Memahami Pola Penalaran
Bahasa
merupakan alat komunikasi verbal yang digunakan oleh manusia berkomunikasi
dengan manusia lain dalam komunitasnya. Seseorang menyampaikan pikiran dan gagasannya kepada orang lain menggunakan
bahasa yang berlaku. Materi yang disampaikan oleh pembicara dapat berupa
konsep, gagasan, opini, keinginan, imajinasi, maupun perasaannya. Untuk itu,
bahasa yang digunakan oleh pembicara untuk menyampaikan hal tersebut kepada
yang diajak bicara dituntut mudah dipahami, bernalar, dan sistematis.
Bahasa yang
digunakan dalam suatu komunitas memiliki seperangkat kaidah yang harus dipatuhi
oleh para penggunanya. Aspek yang dimaksud dalam hal ini adalah tata bunyi,
tata kata, tata kalimat, tata makna, tata paragraf, tata wacana, santun bahasa,
asal-usul kata, maupun aspek lain. Aspek-aspek ini berlaku secara normatif
dalam bahasa yang digunakan oleh para penuturnya, meski tidak diberlakukan
sanksi yuridis bila terjadi pelanggaran. Ferguson dalam Language Planning Processes dalam Muslich dan Oka (2010: 1)
memberikan ilustrasi dalam aspek karakteristik bahasa, pemakai, serta `sejarah
pemaksaan` pemakaian oleh penguasa. Bahasa bersifat dinamis, aktif, berubah dan
berkembang selaras dengan taraf budaya dan peradaban komunitas penggunanya.
Komunitas
pengguna belum tentu memahami linguistik
bahasa yang digunakan dengan benar. Akibatnya, dalam komunitas seperti ini
pengguna bahasa tidak memedulikan atau tidak mengetahui kaidah yang
diberlakukan sehingga tidak mengetahui bahasa yang benar dan berlaku dalam
komunitasnya. Hal ini amat erat kaitannya dengan keterdidikan masyarakat
penggunannya.
Persoalan ini
berhubungan juga dengan aspek penalaran, meskipun aspek ini bersifat universal.
Maksudnya, kaidah penalaran bisa diterapkan melalui bahasa apa pun tanpa
mengusik kaidah yang berlaku. Sikap penalaran yang benar dan kritis justru
berbanding lurus dengan ilmu bahasa dalam komunitas tertentu. Pembakuan bahasa
lebih mengungkapkan penalaran atau pemikiran logis, teratur, dan masuk akal.
Proses
pencendekiaan bahasa sangat penting karena pengenalan ilmu dan teknologi modern
memiliki hubungan logis dengan pola penalaran. Berdasarkan hal ini siswa SMA
perlu dibina dan dilatih untuk berpikir nalar, logis, dan sistematis manakala
menerima suatu konsep, informasi, atau sebuah opini sehingga jati diri pribadi,
bangsa, dan negara tidak luntur, justru semakin kokoh dan berwibawa. Oleh sebab
itu, cara berpikir yang benar dengan menggunakan pola penalaran tepat perlu
diajarkan kepada siswa SMA. Asas berpikir logis dan sistematis hingga mampu
bersikap kritis terhadap sebuah konsep, informasi, apalagi opini perlu
diajarkan dengan metode yang tepat dan pola pendekatan yang benar.
2.1
ASAS-ASAS BERPIKIR
Di dalam kegiatan berbahasa, terutama
kegiatan berpikir bersama, diskusi, rapat, seminar, simposium, temu wicara,
sarasehan, bahkan debat, terdapat suatu pola kegiatan berpikir bersama bergerak
maju ke arah hal baru berdasarkan persepsi yang sudah dimiliki. Dengan
demikian, kegiatan tersebut tak sebatas sampai pada, pemikiran, pengetahuan,
atau kesimpulan sebab kita berusaha meng-up date sehingga menghasilkan
konsep atau gagasan, pemikiran, keputusan, atau kesimpulan baru keputusan yang
lebih baik.
Hal tersebut
terbentuk karena sikap kritis, bijak, dan inovatif kita dalam kemajuan pola
pikir, analisis, dan cara pandang terhadap suatu masalah. Oleh karena itu,
dalam kegiatan berpikir bersama tersebut ditemukan alternatif-alternatif,
solusi, dan pemecahan. Jadi, secara tak langsung eksplisit kita sudah menempatkan asas berpikir
sebagai pangkalan menuju gagasan atau konsep baru sehingga dapat
dipertanggungjawabkan.
2.1.1
Asas
identitas
Asas ini
merupakan suatu kaidah berpikir dari suatu konsep yang menunjuk sifat khas atau
pokok realitas, konsep, atau masalah. Hal tersebut mempunyai hakikat yang khas:
memiliki sifat, referensi, dan identitas tertentu. Oleh karena itu,
asas ini lekat dengan kategori ini adalah ini, itu adalah itu.
Konsekuensi logisnya, simpulan yang
ditarik harus diakui.
Cermati kutipan berikut!
Petenis utama purti Indonesia, Angelique “Angie” Widjaja, dipilih oleh Australian Tennis Magazine, majalah
tenis terkemuka Australia, sebagai petenis muda terbaik (Rising Star) tahun 2002. Pemberan
trofi penghargaan tersebut, ujar manajer Angie, Virginia Rusli, akan dilakukan
saat turnamen Australia Terbuka berlangsung di Melbourne, pertengahan Januari
2003.
“Penyerahan trofi akan dilakukan dalam arena Australia Terbuka. Informasi yang saya peroleh keumungkinan
upacara tersebut dilakukan di hari terakhir
turnamen,“ ujar Virginia.
Selain Angie, majalah tersebut juga memberikan penghargaan serupa kepada
petenis muda Australia, Todd Reid. Reid merupakan juara Wimbledon yunior putra
tahun ini, sedangkan Angie menembus peringkat 80-an dunia dengan menjuarai
turnamen Volvo Ten di Pattaya Thailand, semifinalis Shanghai Terbuka, dan Juara
Dubai Challenger. Setahun sebelumnya di usia yang ke-16, Angie meraih gelar WTA
Tour pertama di Wismilak Open Bali (Kompas,
31 Desember 2012)
Tentukanlah, manakah realitas, konsep, dan pokok
permasalahannya?
2.1.2
Asas Kontradiktoris
Asas ini menunjukan isi dan luas
pengertian yang berbeda dari realitas, konsep, atau masalah yang sama.
Perbedaan isi dan luas pengertian suatu konsep disebabkan oleh perbedaan cara
pendekatan dan sudut pandang. Oleh sebab itu, perlu disikapi secara objektif
masalah tersebut sehingga jelas yang benar dan yang salah.
Contoh:
Semua
profesor itu pandai sehingga botak kepala.
Usman, siswa kelas ini, pandai dan botak
kepalanya.
Jadi, Usman seorang profesor.
Semua siswa kelas ini jujur dan rajin belajar.
Anak tetangaku adalah seorang
yang rajin dan jujur.
Berarti, anak tetanggaku adalah warga siswa kelas ini.
2.1.3
Asas Kemungkinan Ketiga
Keputusan atau simpulan yang benar
bukan semata didasarkan oleh sikap kompromis, artinya ada keputusan atau simpulan yangs saling bertentangan. Kita harus tegas, hanya satu yang mungkin
benar.
Contoh: Semua siswa kelas ini tekun dan rajin.
Beberapa siswa kelas ini tekun dan rajin.
Kedua pernyataan di atas tak mungkin keduanya
benar atau keduanya salah. Maka, harus
dikorbankan/dipilih “yang satu” dan mengingkari “yang lain”.
2.1.4
Asas Kausalitas
Asas ini mendasarkan diri pada konsep
bahwa setiap realitas, pengertian, maupun masalah selalu mempnyai rangkaian
penyebab atau argumentasi keberadaannya.
Contoh:
Yang pertama menarik
perhatian adalah pengamanan yang mendahului dan menyertai kunjungannya, bukan
saja ke Bali, tetapi juga ke Manila (Filipina), Bangkok (Thailand), dan
Singapura. Begitulah selalu penjagaan keamanan yang menyertai kehadiran dan
kunjungan Presiden Amerika Serikat ke mana pun. Pengamanan standar yang sudah
luar biasa itu kini lebih ekstraketat sejak serangan teror ke AS, 11 September
2001, serta munculnya aksi teror di banyak negara dan tempat, termasuk di Bali.
Dalam kontkes ini,
persinggahan di Bali bisa ditafsirkan sebagai sesuatu yang mempunyai arti
sendiri, yakni perhatian Presiden Bush terhadap aksi-aksi teror dan pilihannya
menempatkan diri sebagai penggerak dan pemimpin dalam memerangi teror. Suatu
posisi yang sekaligus mengundang kontroversi serta perbedaan pendapat, terutama
perihal interpretasi dan cara memeranginya.
(Kompas, 22 Oktober
2003)
Tentukanlah, manakah realitas, konsep, dan pokok
permasalahannya?
3. Memahami Pola Penalaran secara Silogisme
Penalaran
merupakan suatu corak atau cara seseorang mengunakan nalarnya dalam menarik
kesimpulan sebelum akhirnya orang tersebut berpendapat dan dikemukakannya kepada orang lain. Penalaran
seseorang mengungkapkan cara kerja sistematis pola berpikirnya sehingga
dimunculkanlah suatu opini atau pendapat, konsep, dan gagasan. Dalam hal ini bisa dilacak pola bernalar
seseorang lantaran opininya melalui pendekatan silogisme.
Pendapat seseorang sama dengan hasil atau
kesimpulan berpikirnya. Simpulan berpikir itu tentu dilandasi pada kerangka
dasarnya, yang lantas didukung oleh fakta hasil pengamatan atau observasi, dan
hasil penelitian. Jadi, kerangka dasar berpikir merupakan batu pijak ke langkah
berikutnya sebab dalam batu pijak berpikir tersebut sudah teridentifikasi
variabel-variabelnya, terklasifikasi substansi jati dirinya hingga memiliki
spesifikasi karakter dalam komunitasnya.
Pola penalaran secara sederhana dibedakan menjadi
dua: 1) deduktif; dan 2) induktif. Pola penalaran deduktif menggunakan
bentuk bernalar deduksi. Deduksi secara etimologis berasal dari kata de dan ducere, yang berarti proses penyimpulan pengetahuan khusus dari
pengetahuan yang lebih umum/universal. Perihal khusus tertsebut secara implisit
terkadung dalam yang lebih umum. Maka, deduksi merupakan proses berpikir dari
pengetahuan universal ke singular atau individual.
Dalam konteks
demikian terdapat prinsip, hukum, teori, atau putusan lain yang berlaku umum
suatu suatu hal, peristiwa, atau gejala. Perhatikan contoh berikut!
1. Semua siswa-siswi kelas XII
IPA SMA Gila Nama memperoleh predikat lulus100 % dan memuaskan serta menduduki
peringkat empat besar dalam Ujian Nasional tahun lalu. Tetanggaku, Kenthus yang
agak nyleneh itu, siswa kelas XII IPA di sekolah itu. Maka, pastilah si Kenthus
lulus dengan predikat memuaskan serta baik nilainya.
2. Semua warga RT 5 / RW 3
Kampung Getah Basah yang ikut memeriahkan peringatan HUT ke-61 Republik Indonesia dengan
mengikuti berbagai acara yang diselenggarakan berarti memiliki sikap nasionalisme
yang baik. Pamanku yang gendut lagi pula warga kampung itu juga ikut
memeriahkan peringatan HUT ke-61 Republik Indonesia dengan mengikuti berbagai
acara yang diselenggarakan. Pasti, pamanku itu sikap nasionalismenya baik.
Apabila kita
cermati, kedua contoh di atas menggunakan pola penalaran deduktif, yaitu pola
penalaran yang berdasar dari pernyataan yang bersifat umum kemudian mengkhusus.
Tipe penalaran seperti ini bermula dari suatu pernyataan yang berlaku untuk
semua anggota populasi dari suatu komunitas. Berdasarkan hal ini ditariklah simpulan yang mengenai salah satu individu
anggota komunitas itu.
Jika menggunakan penalaran seperti ini, tidak
mungkinkah kita terjebak dalam suatu pola penyamarataan dengan generalisasi
atau apriori? Dalam konteks demikian, lebih baik bila kita memadukan pola
deduktif dan induktif, terutama kaitannya dengan kehidupan sehari-hari untuk
menghdindarkan diri dari kesalahan nalar yang bisa berakibat fatal bagi kita.
Kemahiran memadukan kedua tipe penalaran ini membawa kita ke arah penalaran
yang analistis, kritis, dan intuitif tajam. Apalagi bila hal tersebut bertumpu
pada kelengkapan dan akurasi data, fakta, evidensi, dan bukti yang akan memperlihatkan
kesahihan dan kecerdasan berpikir.
5. Silogisme sebagai Bentuk
Penalaran Deduktif
Silogisme merupakan suatu proses penarikan
kesimpulan yang didasarkan atas pernyataan-pernyataan (proposisi=> yang
kemudian disebut premis) sebagai antesedens (pengetahuan yang sudah dipahami)
hingga akhirnya membentuk suatu kesimpulan (keputusan baru) sebagai konklusi
atau konsekuensi logis. Keputusan baru tersebut selalu berkaitan dengan
proposisi yang digunakan sebagai dasar atau dikemukakan sebelumnya. Oleh karena
hal tersebut, perlu dipahami hal-hal teknis berkaitan dengan silogisme sehingga
penalaran kita benar dan dapat diterima nalar.
Sehubungan dengan hal tersebut perlu diperhatikan
konsep-konsep berikut ini.
1. Pernyataan pertama dalam
silogisme disebut premis mayor, sedangkan pernyatan kedua disebut premis minor.
2. Dalam silogisme hanya
terdapat tiga term(batasan), yaitu term I=> predikat dalam premis mayor (B),
term II=> predikat dalam premis minor (C), dan term III/antara, yaitu term
yang menghubungkan antara premis mayor dan premis minor (A)
3. Dalam sebuah silogisme
hanya ada tiga proposisi, yaitu premis mayor, premis minor, dan kesimpulan.
4. Bila kedua premis
negatis tidak dapat ditarik kesimpulan
5. Bila salah satu
premisnya negatif, tidak dapat ditarik kesimpulan yang sahih.
6. Bila salah satu premis
partikular, kesimpulan tidak sahih.
7. Kedua premis tidak boleh
partikular
8. Rumus:
PM (premis mayor) : A = B
Pm (premis minor) : C = A
Kesimpulan : C = B
5. Macam-Macam
Silogisme
Silogisme dapat dibedakan menjadi
tiga: 1) silogisme kategorial; 2) silogisme hipotetis; dan 3) silogisme
alternatif. Namun, di sini hanya dibahas klasifikasi lain sebab silogisme bisa
juga dibedakan menjadi dua yang lain: 1) silogisme kategorial; dan 2) silogisme
tersusun. Perhatikan pembahasan berikut!
5. 1 Silogisme
Kategorial
Silogisme kategorial disusun
berdasarkan klasifikasi premis dan kesimpulan yang kategoris. Premis yang
mengandung predikat dalam kesimpulan disebut premis mayor, sedangkan premis
yang mengandung subjek dalam simpulan disebut premis minor.
Semua mamalia binatang yang melahirkan dan menyusui anaknya. Kerbau
termasuk mamalia. Jadi, kerbau binatang yang melahirkan dan menyusui anaknya.
Yang perlu dicermati adalah, bahwa
pola penalaran tersebut dalam kehidupan sehar-hari kita tidak demikian nampak,
entah di realita pembicaraan sehari-hari, lewat surat kabar, majalah, tabloid,
radio, televisi, dan lain-lain. Oleh sebab itu, dalam menyimak atau
mendengarkan atau menerima pendapat seseorang, kita perlu berpikir kritis
melihat dasar-dasar pemikiran yang digunakan sehingga kita dapat menilai
seberapa tingkat kualitas kesahihan pendapat itu.
Dalam hal seperti ini kita perlu
mnenentukan: 1) simpulan apa yang disampaikan; 2) mencari dasar-dasar atau
alasan yang dikemukakan sebagai premis-premisnya; dan 3) menyusun ulang
silogisme yang digunakannya; kemudian melihat kesahihannya berdasarkan
ketentuan hukum silogisme.
Berdasarkan hal tersebut tentu saja
kita akan mampu melihat setiap argumen, pendapat, alasan, atau gagasan yang
kita baca atau dengar. Dengan demikian, secara kritis kita mengembangkan sikap
berpikir ke arah yang cerdik, pintar, arif, dan tidak menerima begitu saja
kebenaran/opini yang dikemukakan pihak lain. Berdasarkan hal inilah akhirnya
kita mampu menerima, meluruskan, menyanggah, atau menolak suatu pendapat yang
kita terima.
5.2. Silogisme
Tersusun
Dalam praktik kehidupan sehari-hari
bentuk silogisme di atas (kategorial) sering tidak diikuti sebagaimana
mestinya, melainkan diambil jalan pintas demi lancar dan cepatnya komunikasi
antarpihak. Berikut ini bentuk-bentuk yang dimaksud, yang sebenarnya merupakan
perluasan atau penyingkatan silogisme kategorial. Silogisme ini dapat dibedakan
dalam tiga golongan: 1) epikherema; 2) entimem; dan 3) sorites.
5.2.1 Epikherema
Epikherema merupakan jabaran dari
silogisme kategorial yang diperluas dengan jalan memperluas salah satu
premisnya atau keduanya. Cara yang biasa digunakan adalah dengan menambahkan
keterangan sebab: penjelasan sebab terjadinya, keterangan waktu, maupun
poembuktian keberadaannya. Perhatikan contoh berikut:
Semua pahlawan bersifat mulia sebab
mereka selalu memperjuangkan hak miliki bersama dengan menomorduakan
kepentingan pribadinya. Sultan Mahmud Badaruddin adalah pahlawan. Jadi, Sultan
Mahmud Badaruddin itu mulia.
Semua orang nasionalis adalah
pejuang sebab mereka senantiasa bekerja tanpa kehendak serta tidak
mengkhalalkan segala cara. Di
dalamnya, setiap kegiatan dan keterlibatan mereka yakini bahwa Tuhan juga
terlibat. Itulah sebabnya mereka menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan ,
keadilan, kebersamaan, dan keberbedaan. Bung Tomo adalah seorang nasionalis.
Maka, ia seorang pejuang sejati.
Dari kedua contoh di atasterlihat bahwa ada bagian
(premis) tertentu yang diperluas dengan menambahkan keterangan, alasan, bukti,
dan penjelasan sebagai pelengkap premis mayor. Pola silogistisnya tetap. Hanya
saja jumlah keterangan atau atribut yang memperkuat tak terbatas, asalkan
memperkuat, mempertegas, dan memperjelas premisnya.
Semua siswa yang rajin belajar dengan teratur,
tekun, terencana, dan mempunyai sistem manajemen yang baik tentu akan berhasil
dalam hidupnya di masa depan. Dalanm klasifikasi seperti ini, mereka senantiasa
mempersiapkan diri demi memahami dan mengerti ilmu yang dipelajarainya, tidak
mesti harus menunggu belajar karena ada ulangan. Belajar, bagi mereka, bukan
sebatas tahu dan hafal, bukan untuk memperoleh angka yang dicapai dalam
ulangan. Mereka belajar secara rutin sebagai bentuk tanggung jawabnya menjawab
tantangan masa depan dengan jalan memiliki jadwal pribadi yang tersusun tanpa
paksaan dari siapa pun. Mereka belajar sampai tahap menganalisis urgensitas
bidang studi, baik untuk hidup sekarang maupun yang akan datang.
Bagi mereka tiada hari tanpa belajar, tiada hari
tanpa prestasi, dan dijadikannya sebagai pegangan hidup. Ardi adalah siswa yang
selalu belajar dengan tekun, teratur, rapi, dan terencana. Maka, tentulah masa
depan hidupnya pasti baik.
5.2.2 Entimem
Entimem merupakan bentuk singkat silogisme dengan
jalan mengubah format yang disederhanakan, tanpa menampilkan premis mayor.
Bentuk silogisme ini bisa dimunculkan dalam dua cara: 1) C=B karena C=A, dan 2)
Karena C=A, berarti C=B.
Bentuk penalaran ini bisa dikembangkan dalam format
yang lebih detil bagian per bagian yang akan memperbannyak gagasan dan konsep.
Hubungan logis memegang peran utama dalam penalaran tipe ini. Pada umumnya
entimem dimulai dari simpulan; hanya saja ada alternatif mengemukakan sebab
untuk sampai kepada simpulan.
Contoh:
1. Amel memang siswa yang amat baik masa depannya sebab ia bersekolah di
SMA Bina Sakan.
2. Orang itu pasti jagoan. Bukankah ia berasal dari Hollywood?
3. Temanku sebangku itu amat pintar. Ia memang dilahirkan
dalam shio macan.
Bila kita cermati, ketiga contoh
tersebut dapat dilacak rangkaian silogismenya. Setelah mengembalikan rangkaian
silogismenya, kita lihat validitas-validitas premis, terutama premis mayor
sebagao dasar bernalar, serta akurasi premis minornya, untuk menarik
kesimpulan.
5.2.3 Sorites
Silogisme tipe ini sangat cocok
untuk bentuk-bentuk tulisan atau pembicaran yang bernuansa persuasif.
Silogisme tipe ini didukung oleh lebih dari tiga premis, bergantung pada topik
yang dikemukakan serta arah pembiahasan yang dihubung-hubungkan demikian rupa
sehingga predikat premis peretama menjadi subjek premis kedua, predikat premis
kedua menjadi subjek pada presmis ketiga, predikat premis kedua menjadi subjek
poada premis keempat, dan seterusnya, hingga akhirnya sampailah pada kesimpulan
yang diambil dari subjek premis pertama dan predikat premis terakhir.
Pola yang digunakan sebagai berikut:
S 1…………………………………………P 1
S2 …………………………………………P2
S3……………………….…………………P3, dst.
Berdasarkan
hal di atas, bisa ditegaskan bahwa sebuh opini merupakan hasil berpikir
seseorang melalui pola atau cara berpikirnya. Cara berpikir yang bersistem baik
serta didasari atas kaidah dan pola yang
benar akan menghasilkan sebuah opini yang tepat dan mapan. Hal inilah yang
menjadi anggung jawab guru bahasa untuk melatihkan dan membiasakan anak didik
guna berpikir secara sistematis, logis, dan beraturan.
Palembang, Oktober
2022
Komentar
Posting Komentar
Gunakan nama dan email masing-masing! Harap ditulis nama, kelas, dan nomor absen.