POLA PENGAJARAN PENALARAN BAGI SISWA SMA MELALUI PENDEKATAN KOMUNIKATIF DENGAN METODE BERARGUMENTASI PENDAPAT

1.  Pendahuluan


1.1  Latar belakang masalah

Bahasa Indonesia secara yuridis formal sudah berjalan kurang lebih enam puluh enam tahun, dan secara politis sudah kuat penggunaannya sejak diikrarkannya Sumpah Pemuda Indonesia, tepatnya 28 Oktober 1928. Perkembangan dan pengembangan bahasa Indonesia seirama perkembangan politik yang terjadi di Indonesia sendiri.
Harus diakui bahwa perkembangan dan pengembangan bahasa Indonesia tidak sebagus dan selancar bahasa lain yang sudah dikaui sebagai bahasa internasional. Bahasa tersebut dapat berkembang dengan baik dan tertib meski tantangan zaman relatif sama dengan tantangan yang dihadapi oleh bahasa Indonesia. Kelebihannya terletak antara lain pada masyarakat pengguna  yang memiliki sikap patuh dan taat asas yang telah ditetapkan oleh lembaga bahasanya. Memang, dalam praktiknya baik  bahasa Indonesia maupun bahasa lain sama-sama menghadapi globalisasi yang demikian hebat pengaruhnya terhadap sisi perkembangan dan pengembangan bahasanya.
Kenyataan demikian tentulah harus disikapi dengan bijak dan tepat, baik oleh lembaga yang terkait, birokrasi pemerintah, sekolah, dan masyarakat. Dalam masalah ini Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa sebenarnya secara periodik dan rutin melakukan pembinaan penggunaan bahasa dengan benar melalui berbagai media, baik media elektronik -dalam hal ini televisi- dan internet maupun media tulis, baik koran maupun majalah. Meskipun begitu, dalam kenyataannya pengaruh media lain amat berdampak pada penggunaan bahasa masyarakat. Media elektronik yang melakukan pmbinaan bahasa hanyalah TVRI Pusat Jakarta dalam acara Binar (Bahasa Indonesia yang Benar), ditayangkan seminggu sekali, tiap Senin sore. Koran dan majalah yang melakukan pembinaan bahasa pun bisa dihitung dengan jari sébelah, sebagai contoh Kompas menyediakan rubrik Bahasa yang bersifat terbuka bagi siapa pun mengirimkan naskah seputar masalah bahasa Indonesia. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa pun sudah menggunakan jaringan website guna melakukan pembinaan bahasa sekaligus memfasilitasi wacana kebahasaan bagi pengguna.
Problem  yang dihadapi oleh bahasa Indonesia tidaklah sebatas hanya persoalan linguistik, pada aspek fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, pragmatik, dan etimologi. Di sisi lain terdapat dimensi penting yang perlu disoroti mengingat penggunaannya dalam komunikasi seharí-hari amat diperlukan. Faktor yang dimaksud ádalah penalaran yang masih terasa kurang diperhatikan sehingga sering menimbulkan salah tafsir atau interpretasi berbeda dengan yang dimaksud pembicara.
Kurikulum mata pelajaran Bahasa Indonesia SMA sesungguhnya sudah mengandung materi ajar penalaran. Namun hal ini sering diabaikan oleh guru sehingga materi yang dibahas barulah pada tahap sederhana, yaitu silogisme kategorial. Padahal, aspek ini amat penting dan berperanan untuk membimbing dan membina kompetensi maupun performansi penalaran anak didik. Mayoritas guru hanyalah mengajarkan formulasi silogisme sebagai antisipasi menghadapi ujian nasional. Kondisi dan keadaan seperti inilah yang perlu disikapi inovatif dan cerdas oleh guru yang bersangkutan sehingga anak didik akan merasakan manfaatnya di kemudian hari, baik untuk berkomunikasi maupun dalam tanggung jawab profesinya.

1.2  Rumusan masalah
    1.2.1        Penalaran belum dioptimalkan dalam pembelajaran bahasa Indonesia  tingkat SMA.
   1.2.2        Pola penalaran amat membantu kemampuan berpikir dan sikap kritis siswa dalam menerima informasi atau opini.
  1.2.3        Tanggapan, saran, sanggahan, dan kritik yang baik dan benar belum membudaya secara ilmiah sehinga bisa dikatakan masih sebatas keberanian semata.
  1.2.4        Guru perlu memiliki kompetensi dan performansi dalam pendekatan dan penggunaan metode penalaran.

1.3  Tujuan Pembahasan
Melalui pembahasan pokok masalah ini diharapkan guru mampu:
  1.3.1    Mengajarkan kerangka berpikir yang benar kepada siswa
  1.3.2    Membimbing sikap kritis siswa tentang kesalahan penalaran atas informasi atau suatu opini.
  1.3.3    Mengajarkan cara memberikan tanggapan, saran, sanggahan, dan kritik dengan baik dan benar.
 1.3.4    Mengetahui pendekatan dan metode yang tepat untuk penyampaian materi pembelajaran.

2.      Tinjauan pustaka

Bahasa merupakan alat komunikasi verbal yang digunakan oleh manusia berkomunikasi dengan manusia lain dalam komunitasnya. Seseorang menyampaikan pikiran dan gagasannya kepada orang lain menggunakan bahasa yang berlaku. Materi yang disampaikan oleh pembicara dapat berupa konsep, gagasan, opini, keinginan, imajinasi, maupun perasaannya. Untuk itu, bahasa yang digunakan oleh pembicara untuk menyampaikan hal tersebut kepada yang diajak bicara dituntut mudah dipahami, bernalar, dan sistematis.
Bahasa yang digunakan dalam suatu komunitas memiliki seperangkat kaidah yang harus dipatuhi oleh para penggunanya. Aspek yang dimaksud dalam hal ini adalah tata bunyi, tata kata, tata kalimat, tata makna, tata paragraf, tata wacana, santun bahasa, asal-usul kata, makna kata, maupun aspek lain. Aspek-aspek ini berlaku secara normatif dalam bahasa yang digunakan oleh para penuturnya, meski tidak diberlakukan sanksi yuridis bila terjadi pelanggaran. Charles A. Ferguson dalam Language Planning Processes dikutip Mansur Muslich dan I Gusti Ngurah Oka (2010: 1) memberikan ilustrasi dalam aspek karakteristik bahasa, pemakai, serta `sejarah pemaksaan` pemakaian oleh penguasa. Bahasa bersifat dinamis, aktif, berubah dan berkembang selaras dengan taraf budaya dan peradaban komunitas penggunanya. [1]
Komunitas pengguna  belum tentu memahami linguistik bahasa yang digunakan dengan benar. Akibatnya, dalam komunitas seperti ini pengguna bahasa tidak memedulikan atau tidak mengetahui kaidah yang diberlakukan sehingga tidak mengetahui bahasa yang benar dan berlaku dalam komunitasnya. Hal ini amat erat kaitannya dengan keterdidikan masyarakat penggunannya.
Persoalan ini berhubungan juga dengan aspek penalaran, meskipun aspek ini bersifat universal. Maksudnya, kaidah penalaran bisa diterapkan melalui bahasa apa pun tanpa mengusik kaidah yang berlaku. Sikap penalaran yang benar dan kritis justru berbanding lurus dengan ilmu bahasa dalam komunitas. Pembakuan bahasa lebih mengungkapkan penalaran atau pemikiran logis, teratur, dan masuk akal.
Proses pencendekiaan bahasa sangat penting karena pengenalan ilmu dan teknologi modern memiliki hubungan logis dengan pola penalaran. Berdasarkan hal ini siswa SMA perlu dibina dan dilatih untuk berpikir nalar, logis, dan sistematis manakala menerima suatu konsep, informasi, atau sebuah opini sehingga jati diri pribadi, bangsa, dan negara tidak luntur, justru semakin kokoh dan berwibawa. Oleh sebab itu, cara berpikir yang benar dengan menggunakan pola penalaran tepat perlu diajarkan kepada siswa SMA. Asas berpikir logis dan sistematis hingga mampu bersikap kritis terhadap sebuah konsep, informasi, apalagi opini perlu diajarkan dengan metode yang tepat dan pola pendekatan yang benar.

2.1 ASAS-ASAS BERPIKIR

            Di dalam kegiatan berbahasa, terutama kegiatan berpikir bersama, diskusi, rapat, seminar, simposium, temu wicara, sarasehan, bahkan debat, terdapat suatu pola kegiatan berpikir bersama bergerak maju ke arah hal baru berdasarkan persepsi yang sudah dimiliki. Dengan demikian, kegiatan tersebut tak sebatas sampai pada pemikiran, pengetahuan, atau kesimpulan sebab kita berusaha meng-up date sehingga menghasilkan konsep atau gagasan, pemikiran, keputusan, atau kesimpulan baru keputusan yang lebih baik.
            Hal tersebut terbentuk karena sikap kritis, bijak, dan inovatif kita dalam kemajuan pola pikir, analisis, dan cara pandang terhadap suatu masalah. Oleh karena itu, dalam kegiatan berpikir bersama tersebut ditemukan alternatif-alternatif, solusi, dan pemecahan. Jadi, secara tak langsung  eksplisit kita sudah menempatkan asas berpikir sebagai pangkalan menuju gagasan atau konsep baru sehingga dapat dipertanggungjawabkan.

            Kamdi (2003) menjelaskan beberapa asas yang perlu dicermati demi pembentukan kerangka berpikir atau paradigma.[2] Hal yang dimaksud adalah:

2.1.1                                Asas identitas

Asas ini merupakan suatu kaidah berpikir dari suatu konsep yang menunjuk sifat khas atau pokok realitas, konsep, atau masalah. Hal tersebut mempunyai hakikat yang khas: memiliki sifat, referensi, dan identitas tertentu. Oleh karena itu, asas ini lekat dengan kategori ini adalah ini, itu adalah itu. Konsekuensi logisnya, kesimpulan yang ditarik harus diakui.

Cermati kutipan berikut!

Petenis utama purti Indonesia, Angelique “Angie” Widjaja, dipilih oleh Australian Tennis Magazine, majalah tenis terkemuka Australia, sebagai petenis muda terbaik (Rising Star) tahun 2002. Pemberan trofi penghargaan tersebut, ujar manajer Angie, Virginia Rusli, akan dilakukan saat turnamen Australia Terbuka berlangsung di Melbourne, pertengahan Januari 2003.

“Penyerahan trofi akan dilakukan dalam arena Australia Terbuka.  Informasi yang saya peroleh keumungkinan upacara tersebut dilakukan di hari terakhir  turnamen,“  ujar Virginia.

Selain Angie, majalah tersebut juga memberikan penghargaan serupa kepada petenis muda Australia, Todd Reid. Reid merupakan juara Wimbledon yunior putra tahun ini, sedangkan Angie menembus peringkat 80-an dunia dengan menjuarai turnamen Volvo Ten di Pattaya Thailand, semifinalis Shanghai Terbuka, dan Juara Dubai Challenger. Setahun sebelumnya di usia yang ke-16, Angie meraih gelar WTA Tour pertama di Wismilak Open Bali (Kompas, 31 Desember 2002)

2.1.2        Asas Kontradiktoris

Asas ini menunjukan isi dan luas pengertian yang berbeda dari realitas, konsep, atau masalah yang sama. Perbedaan isi dan luas pengertian suatu konsep disebabkan oleh perbedaan cara pendekatan dan sudut pandang. Oleh sebab itu, perlu disikapi secara objektif masalah tersebut sehingga jelas yang benar dan yang salah.

Contoh:

Semua profesor itu pandai sehingga botak kepala.
Usman, siswa kelas ini, pandai dan botak kepalanya.
Jadi, Usman seorang profesor.

Semua siswa kelas ini jujur dan rajin belajar.
Anak tetangaku adalah seorang  yang jujur dan rajin.
Berarti, anak tetanggaku adalah warga siswa kelas ini.

2.1.3        Asas Kemungkinan Ketiga

Keputusan atau kesimpulan yang benar bukan semata didasarkan oleh sikap kompromis, artinya ada keputusan atau kesimpulan yangs saling bertentangan. Kita harus tegas, hanya satu yang mungkin benar.

Contoh:           Semua siswa kelas ini tekun dan rajin.
Beberapa siswa kelas ini tekun dan rajin.

Kedua pernyataan di atas tak mungkin keduanya benar atau keduanya salah. Maka,  harus dikorbankan/dipilih “yang satu” dan mengingkari “yang lain”.

2.1.4        Asas Kausalitas

Asas ini mendasarkan diri pada konsep bahwa setiap realitas, pengertian, maupun masalah selalu memunyai rangkaian penyebab atau argumentasi keberadaannya.

Contoh:
Yang pertama menarik perhatian adalah pengamanan yang mendahului dan menyertai kunjungannya, bukan saja ke Bali, tetapi juga ke Manila (Filipina), Bangkok (Thailand), dan Singapura. Begitulah selalu penjagaan keamanan yang menyertai kehadiran dan kunjungan Presiden Amerika Serikat ke mana pun. Pengamanan standar yang sudah luar biasa itu kini lebih ekstraketat sejak serangan teror ke AS, 11 September 2001, serta munculnya aksi teror di banyak negara dan tempat, termasuk di Bali.
Dalam konteks ini, persinggahan di Bali bisa ditafsirkan sebagai sesuatu yang mempunyai arti sendiri, yakni perhatian Presiden Bush terhadap aksi-aksi teror dan pilihannya menempatkan diri sebagai penggerak dan pemimpin dalam memerangi teror. Suatu posisi yang sekaligus mengundang kontroversi serta perbedaan pendapat, terutama perihal interpretasi dan cara memeranginya.
(Kompas, 22 Oktober 2003)

3. Memahami Pola Penalaran Secara Silogisme

Penalaran merupakan suatu corak atau cara seseorang mengunakan nalarnya dalam menarik kesimpulan sebelum akhirnya orang tersebut berpendapat dan dikemukakannya kepada orang lain. Penalaran seseorang mengungkapkan cara kerja sistematis pola berpikirnya sehingga dimunculkanlah suatu opini atau pendapat, konsep, dan gagasan.  Dalam hal ini bisa dilacak pola bernalar seseorang lantaran opininya melalui pendekatan silogisme.
Pendapat seseorang sama dengan hasil atau kesimpulan berpikirnya. Kesimpulan berpikir itu tentu dilandasi pada kerangka dasarnya, yang lantas didukung oleh fakta hasil pengamatan atau observasi, dan hasil penelitian. Jadi, kerangka dasar berpikir merupakan batu pijak ke langkah berikutnya sebab dalam batu pijak berpikir tersebut sudah teridentifikasi variabel-variabelnya, terklasifikasi substansi jati dirinya, hingga memiliki spesifikasi karakter dalam komunitasnya.
Pola penalaran secara sederhana dibedakan menjadi dua: 1) deduktif; dan 2) induktif. Pola penalaran deduktif menggunakan bentuk bernalar deduksi. Deduksi secara etimologis berasal dari kata de dan ducere, yang berarti proses penyimpulan pengetahuan khusus dari pengetahuan yang lebih umum/universal. Perihal khusus tertsebut secara implisit terkadung dalam yang lebih umum. Maka, deduksi merupakan proses berpikir dari pengetahuan universal ke singular atau individual. [3]
Dalam konteks demikian terdapat prinsip, hukum, teori, atau putusan lain yang berlaku umum, suatu hal, peristiwa, atau gejala. Perhatikan contoh berikut!

1. Semua siswa-siswi kelas XII IPA SMA Gila Nama memperoleh predikat lulus100 % dan memuaskan serta menduduki peringkat empat besar dalam Ujian Nasional tahun lalu. Tetanggaku, Kenthus yang agak nyleneh itu, siswa kelas XII IPA di sekolah itu. Maka, pastilah si Kenthus lulus dengan predikat memuaskan serta baik nilainya.

2. Semua warga RT 5 / RW 3 Kampung Getah Basah yang ikut memeriahkan peringatan HUT ke-61 Republik Indonesia dengan mengikuti berbagai acara yang diselenggarakan berarti memiliki sikap nasionalisme yang baik. Pamanku yang gendut lagi pula warga kampung itu juga ikut memeriahkan peringatan HUT ke-61 Republik Indonesia dengan mengikuti berbagai acara yang diselenggarakan. Pasti, pamanku itu sikap nasionalismenya baik.

Apabila kita cermati, kedua contoh di atas menggunakan pola penalaran deduktif, yaitu pola penalaran yang berdasar dari pernyataan yang bersifat umum kemudian mengkhusus. Tipe penalaran seperti ini bermula dari suatu pernyataan yang berlaku untuk semua anggota populasi dari suatu komunitas. Berdasarkan hal ini ditariklah kesimpulan kepada salah satu individu anggota komunitas itu.
Jika menggunakan penalaran seperti ini, tidak mungkinkah kita terjebak dalam suatu pola penyamarataan dengan generalisasi atau apriori? Dalam konteks demikian, lebih baik bila kita memadukan pola deduktif dan induktif, terutama kaitannya dengan kehidupan sehari-hari untuk menghdindarkan diri dari kesalahan nalar yang bisa berakibat fatal bagi kita. Kemahiran memadukan kedua tipe penalaran ini membawa kita ke arah penalaran yang analistis, kritis, dan intuitif tajam, apalagi bila hal tersebut bertumpu pada kelengkapan dan akurasi data, fakta, evidensi, dan bukti yang akan memperlihatkan kesahihan dan kecerdasan berpikir.

5. Silogisme sebagai Bentuk Penalaran Deduktif

Silogisme merupakan suatu proses penarikan kesimpulan yang didasarkan atas pernyataan-pernyataan (proposisi=> yang kemudian disebut premis) sebagai antesedens (pengetahuan yang sudah dipahami) hingga akhirnya membentuk suatu kesimpulan (keputusan baru) sebagai konklusi atau konsekuensi logis. Keputusan baru berkaitan dengan proposisi yang digunakan sebagai dasar atau dikemukakan sebelumnya. Oleh karena hal tersebut, perlu dipahami hal-hal teknis berkaitan dengan silogisme sehingga penalaran kita benar dan dapat diterima nalar.
Sehubungan dengan hal tersebut perlu diperhatikan kaidah berikut ini.
1. Pernyataan pertama dalam silogisme disebut premis mayor, sedangkan pernyatan kedua disebut premis minor.
2. Dalam silogisme hanya terdapat tiga term(batasan), yaitu term I=> predikat dalam premis mayor (B), term II=> predikat dalam premis minor (C), dan term III/antara, yaitu term yang menghubungkan antara premis mayor dan premis minor (A)
3. Dalam sebuah silogisme hanya ada tiga proposisi, yaitu premis mayor, premis minor, dan kesimpulan.
4. Bila kedua premisnya negatif,  tidak dapat ditarik kesimpulan
5. Bila salah satu premisnya negatif, tidak dapat ditarik kesimpulan yang sahih.
6. Bila salah satu premis partikular, kesimpulan tidak sahih.
7. Kedua premis tidak boleh partikular
8. Rumus:
PM (premis mayor)     : A = B
Pm (premis minor)       : C = A
Kesimpulan                 : C = B


5. Macam-Macam Silogisme

Silogisme dapat dibedakan menjadi tiga: 1) silogisme kategorial; 2) silogisme hipotetis; dan 3) silogisme alternatif. Namun, di sini hanya dibahas klasifikasi lain sebab silogisme bisa juga dibedakan menjadi dua yang lain: 1) silogisme kategorial; dan 2) silogisme tersusun. Perhatikan pembahasan berikut!

5. 1 Silogisme Kategorial
Silogisme kategorial disusun berdasarkan klasifikasi premis dan kesimpulan yang kategoris. Premis yang mengandung predikat dalam kesimpulan disebut premis mayor, sedangkan premis yang mengandung subjek dalam kesimpulan disebut premis minor.

Semua mamalia binatang yang melahirkan dan menyusui anaknya. Kerbau termasuk mamalia. Jadi, kerbau binatang yang melahirkan dan menyusui anaknya.

Yang perlu dicermati adalah, bahwa pola penalaran tersebut dalam kehidupan sehari-hari tidak demikian nampak, entah di realita pembicaraan sehari-hari, lewat surat kabar, majalah, tabloid, radio, televisi, dan lain-lain. Oleh sebab itu, dalam menyimak atau mendengarkan atau menerima pendapat seseorang, kita perlu berpikir kritis melihat dasar-dasar pemikiran yang digunakan sehingga kita dapat menilai seberapa tingkat kualitas kesahihan pendapat itu.
Dalam hal seperti ini kita perlu mnenentukan: 1) kesimpulan apa yang disampaikan; 2) mencari dasar-dasar atau alasan yang dikemukakan sebagai premis-premisnya; dan 3) menyusun ulang silogisme yang digunakannya; kemudian melihat kesahihannya berdasarkan ketentuan hukum silogisme.
Berdasarkan hal tersebut tentu saja kita akan mampu melihat setiap argumen, pendapat, alasan, atau gagasan yang kita baca atau dengar. Dengan demikian, secara kritis kita mengembangkan sikap berpikir ke arah yang cerdik, pintar, arif, dan tidak menerima begitu saja kebenaran/opini yang dikemukakan pihak lain. Berdasarkan hal inilah akhirnya kita mampu menerima, meluruskan, menyanggah, atau menolak suatu pendapat yang kita terima.

5.2. Silogisme Tersusun
Dalam praktik kehidupan sehari-hari bentuk dilogisme di atas (kategorial) sering tidak diikuti sebagaimana mestinya, melainkan diambil jalan pintas demi lancar dan cepatnya komunikasi antarpihak. Berikut ini bentuk-bentuk yang dimaksud, yang sebenarnya merupakan perluasan atau penyingkatan silogisme kategorial. Silogisme ini dapat dibedakan dalam tiga golongan: 1) epikherema; 2) entimem; dan 3) sorites.

5.2.1 Epikherema
Epikherema merupakan jabaran dari silogisme kategorial yang diperluas dengan jalan memperluas salah satu premisnya atau keduanya. Cara yang biasa digunakan adalah dengan menambahkan keterangan sebab: penjelasan sebab terjadinya, keterangan waktu, maupun pembuktian keberadaannya. Perhatikan contoh berikut!

Semua pahlawan bersifat mulia sebab mereka selalu memperjuangkan hak miliki bersama dengan menomorduakan kepentingan pribadinya. Sultan Mahmud Badaruddin adalah pahlawan. Jadi, Sultan Mahmud Badaruddin itu mulia.

Semua orang nasionalis adalah pejuang sebab mereka senantiasa bekerja tanpa kehnedak serta tidak mengkhalalkan segala cara. Di dalamnya, setiap kegiatan dan keterlibatan mereka yakini bahwa Tuhan juga terlibat. Itulah sebabnya mereka menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, kebersamaan, dan keberbedaan. Bung Tomo adalah seorang nasionalis. Maka, ia seorang pejuang sejati.

Dari kedua contoh di atas terlihat bahwa ada bagian (premis) tertentu yang diperluas dengan menambahkan keterangan, alasan, bukti, dan penjelasan sebagai pelengkap premis mayor. Pola silogistisnya tetap. Hanya saja jumlah keterangan atau atribut yang memperkuat tak terbatas, asalkan memperkokoh, mempertegas, dan memperjelas premisnya.

Semua siswa yang rajin belajar dengan teratur, tekun, terencana, dan memunyai sistem manajemen yang baik tentu akan berhasil dalam hidupnya di masa depan. Dalam klasifikasi seperti ini, mereka senantiasa mempersiapkan diri demi memahami dan mengerti ilmu yang dipelajarainya, tidak mesti harus menunggu belajar karena ada ulangan. Belajar, bagi mereka, bukan sebatas tahu dan hafal atau bukan sebatas memperoleh angka yang dicapai dalam ulangan. Mereka belajar secara rutin sebagai bentuk tanggung jawabnya menjawab tantangan masa depan dengan jalan memiliki jadwal pribadi yang tersusun tanpa paksaan dari siapa pun. Mereka belajar sampai tahap menganalisis urgensitas bidang studi, baik untuk hidup sekarang maupun yang akan datang.

Bagi mereka tiada hari tanpa belajar, tiada hari tanpa prestasi, dan dijadikannya sebagai pegangan hidup. Ardi adalah siswa yang selalu belajar dengan tekun, teratur, rapi, dan terencana. Maka, tentulah masa depan hidupnya lebih baik.

5.2.2 Entimem

Entimem merupakan bentuk singkat silogisme dengan jalan mengubah format ke dalam bentuk sederhana, tanpa menampilkan premis mayor. Bentuk silogisme ini bisa dimunculkan dalam dua cara: 1) C=B karena C=A, dan 2) Karena C=A, berarti C=B. Bentuk penalaran ini bisa dikembangkan dalam format yang lebih detil bagian per bagian yang akan memperbannyak gagasan dan konsep. Hubungan logis memegang peran utama dalam penalaran tipe ini. Pada umumnya entimem dimulai dari kesimpulan; hanya saja ada alternatif mengemukakan sebab untuk sampai kepada kesimpulan.

Contoh:

1. Imey memang siswa yang amat baik masa depannya sebab ia bersekolah di SMA Bina Celaka.
2. Orang itu pasti jagoan. Bukankah ia berasal dari Hollywood?
3. Temanku sebangku itu amat pintar. Ia memang dilahirkan dalam shio macan.

Bila kita cermati, ketiga contoh tersebut dapat dilacak rangkaian silogismenya. Setelah mengembalikan rangkaian silogismenya, kita lihat validitas-validitas premis, terutama premis mayor sebagai dasar bernalar, serta akurasi premis minornya untuk menarik kesimpulan.


5.2.3 Sorites

Silogisme tipe ini sangat cocok untuk bentuk-bentuk tulisan  atau pembicaran yang bernuansa persuasif. Silogisme tipe ini didukung oleh lebih dari tiga premis, bergantung pada topik yang dikemukakan serta arah pembahasan yang dihubung-hubungkan demikian rupa sehingga predikat premis pertama menjadi subjek premis kedua, predikat premis kedua menjadi subjek pada presmis ketiga, predikat premis kedua menjadi subjek poada premis keempat, dan seterusnya, hingga akhirnya sampailah pada kesimpulan yang diambil dari subjek premis pertama dan predikat premis terakhir.

Pola yang digunakan sebagai berikut:

S 1…………………………………………P 1
 
S2 …………………………………………P2
 
S3……………………….…………………P3, dst.


Kesimpulan: S1 ………………………………P3

            Berdasarkan hal di atas, bisa ditegaskan bahwa sebuh opini merupakan hasil berpikir seseorang melalui pola atau cara berpikirnya. Cara berpikir yang bersistem baik serta didasari  atas kaidah dan pola yang benar akan menghasilkan sebuah opini yang tepat dan mapan. Hal inilah yang menjadi tanggung jawab guru bahasa untuk melatihkan dan membiasakan anak didik guna berpikir secara sistematis, logis, dan beraturan.

6.                              Pendekatan, Metode, dan Strategi Pembelajaran Bahasa Indonesia

a.      Konsep pendekatan, metode, teknik, dan strategi.pembelajaran bahasa Indonesia
Madusari (2009) dalam tulisan “Metodologi Pembelajaran Bahasa Indonesia” (http://www.slideshare.net/NASuprawoto/metodologi-pembelajaran-bahasa-indonesia) menjelaskan bahwa secara hakiki model pembelajaran merupakan bentuk pembelajaran yang terencana dari awal hingga akhir yang disajikan secara khas oleh guru di kelas. Dalam model pembelajaran terdapat strategi pencapaian kompetensi siswa dengan pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran.[4]
Sanjaya (2008) dikutip Madusari (2009:) mengemukakan bahwa pendekatan merupakan titik tolak atau sudut pandang guru terhadap proses pembelajaran. Pendekatan yang berpusat pada guru menurunkan strategi pembelajaran langsung (direct instruction), pembelajaran deduktif atau pembelajaran ekspositori, sedangkan, pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa menurunkan strategi pembelajaran discovery dan inkuiri serta strategi pembelajaran induktif.[5]
Metode merupakan pengejawantahan berikutnya dari pendekatan. Metode adalah prosedur pembelajaran yang difokuskan ke pencapaian tujuan. Satu pendekatan dapat diwujudkan ke dalam berbagai metode. Teknik dan taktik mengajar merupakan penjabaran dari metode pembelajaran. Teknik adalah cara yang dilakukan seseorang dalam rangka mengimplementasikan suatu metode. Misalnya, cara yang bagaimana yang harus dilakukan agar metode ceramah yang dilakukan berjalan efektif dan efisien? Dengan demikian sebelum seorang melakukan proses ceramah sebaiknya memperhatikan kondisi dan situasi.
Berbeda halnya dengan konsep taktik. Taktik merupakan gaya seseorang dalam melaksanakan suatu teknik atau metode tertentu. Di sisi lain, strategi digunakan untuk memeroleh kesuksesan atau keberhasilan dalam mencapai tujuan. Maka dari itu, strategi pembelajaran merupakan perencanaan yang berisi desain rangkaian kegiatan yang disusun untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien.
Istilah strategi sering digunakan dalam banyak konteks dengan makna yang selalu sama. Dalam konteks pengajaran strategi bisa diartikan sebagai suatu pola umum tindakan guru-peserta didik dalam manifestasi aktivitas pengajaran.
Strategi mengajar (pengajaran) adalah “taktik” yang digunakan guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar (pengajaran) agar dapat mempengaruhi para siswa (peserta didik) mencapai tujuan pengajaran secara lebih efektif dan efisien. Jadi, strategi mengajar/pengajaran ada pada pelaksanaan, sebagai tindakan nyata atau perbuatan guru itu sendiri pada saat mengajar berdasarkan pada rambu-rambu dalam satuan pelajaran.
Pada prinsipnya dapat dikatakan bahwa strategi pembelajaran harus mengandung penjelasan tentang metode/prosedur dan teknik yang digunakan selama proses pembelajaran berlangsung. Dengan kata lain, strategi pembelajaran mempunyai arti yang lebih luas daripada metode dan teknik. Artinya, metode/prosedur dan teknik pembelajaran merupakan bagian dari strategi pembelajaran. Dari metode, teknik pembelajaran diturunkan secara aplikatif, nyata, dan praktis di kelas saat pembelajaran berlangsung.

b.      Jenis pendekatan, metode, dan strategi pembelajaran Bahasa Indonesia
1)      Pendekatan whole language
2)      Pendekatan kontekstual
3)      Pendekatan komunikatif
4)      Pendekatan integratif
c.       Jenis metode pembelajaran bahasa Indonesia
1)      Metode audiolingual
2)      Metode komunikatif
3)      Metode produktif
4)      Metode langsung
5)      Metode partisipatoris
6)      Metode membaca
7)      Metode tematik
8)      Metode kuantum
9)      Metode diskusi
d.      Jenis strategi pembelajatan bahasa Indonesia
1)      Strategi pembelajaran langsung
2)      Strategi Pembelajaran kerja sama belajar (cooperative learning)
3)      Strategi pembelajaran problem solving
4)      Srategi pembelajaran mengulang
5)      Strategi pembelajaran organisasi
7.      Penerapan Metode

1.1  Tujuan: melatih siswa berpikir benar dan bersikap kritis terhadap suatu informasi.
2.2  Alat pembelajaran: LCD, naskah konsep, LKS, jaringan/internet (Kompasiana)
3.3  Cara pelaksanaan
a.       Siswa diajak belajar tentang konsep penalaran, asas berpikir
b.      Siswa diperkenalkan dengan bentuk-bentuk penalaran
c.       Siswa dikenalkan pada silogisme
d.      Siswa diberi penjelasan tentang kaidah-kaidah silogisme
e.       Siswa diperkenalkan dengan bentuk-bentuk silogisme
f.       Siswa diajak merekonstruksi entimem, epikherema, sorites, ke dalam silogisme
g. Siswa diminta memberikan tanggapan atas suatu pendapat dengan logis-argumentatif, dan faktual



LEMBAR KEGIATAN PEMBELAJARAN
BAHASA INDONESIA XII

Kompetensi dasar      : Memahami pola penalaran, kesalahan penalaran, dan   memberikan sanggahan.
Tujuan pembelajaran     : 1. mengetahui pola dasar silogisme, bentuk singkat, dan  aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari;
                                    2. merestrukturisasi konteks penalaran kasus ke dalam silogisme, lantas memberikan tanggapan dan sanggahan.

I.                   Kembalikan-restrukturisasikan entimem berikut ke dalam silogime secara lengkap sehingga memiliki PM, Pm, dan K!

1.1 Artis itu memang senang membuat tingkah aneh untuk menarik perhatian publik. Bukankah setiap artis selalu mengidolakan popularitas dengan menkhalalkan berbagai cara?
1.2 Perguruan tinggi itu mengikuti Ekspo PT di sekolahku. Bukankah sekarang ini perguruan tinggi harus jemput bola dalam sistem penerimaan mahasiswa barunya?
1.3 Di kelasku banyak siswa yang telah diterima di perguruan tinggi melalui jalur mereka. Itu menandakan bahwa ujian nasional tak mempengaruhi penerimaan mahasiswa baru bagi para perguruan tinggi.
1.4 Gayus akhirnya divonis 7 tahun penjara. Wajarlah, sebab dia hanyalah ikan teri dalam kasus yang sama
1.5 Siapa pun yang mencuri di sekolah kita pasti tertangkap. Bukankah di setiap sudut ruang kompleks sekolah kita sudah dipasang CCTV?
1.6  Aku yakin prestasi hasil ujianku tahun ini sukses dan bisa dibanggakan orang tua. Oleh orangtuaku, tahun ini aku diikutkan dalam bimbingan belajar yang terkenal itu.

1.7 Aku yakin bisa diterima di jurusan, fakultas, dan di universitas negeri pilihanku itu. Hasil belajarku semester terakhir ini amat membuktikan bahwa aku menguasai matematika.

II.                Restrukturisasikan ke dalam silogisme kisah berikut, lantas berilah sanggahan dan  tanggapan yang tepat!

2.1  Dalam budaya Jawa dikenal adanya sopan santun tatkala  makan. Tatkala makan amat tabu manakala kita melakukannya sembari emnghasilkan bunyi-bunyian, baik dari peralatan piring, sendok, atau perangkat lainnya, apalagi mulut kita sendiri. Anita tidak dianggap sebagai orang Jawa oleh teman-temannya sebab kalau makan selalu menimbulkan suara yang membikin suasana makan tidak nyaman.
2.2  Ketika menghadiri acara resepsi pernikahan Hartono, Brahmantyo memilih tidak ikut makan yang disajikan oleh panitia. Mengapa, menurut Brahmantyo, suasana yang ada saat itu tidak membuatnya berselera sebab  terlihat suasana para hadirin seolah berebut makan, kurang memberi peluang kepada tamu undangan lain, tidak merasa risih dan malu, mengambil menu di atas batas wajar.
2.3  Meskipun memeiliki predikat rintisan sekolah bertaraf internasional, sekolah itu belum layak disebut sekolah internasional. Mana mungkin sebutan itu diberikan bila jumlah siswa per kelasnya saja masih terlalu banyak, gurunya belum berpendidikan strata  2, tidak memiliki lapangan olahraga yang berstandar, siswa-siswinya kurang disiplin, begitu juga dngena guru dan karyawannya, lingkungan sekolahnya masih kotor, masih sering terjadi kelas kosong tanpa pengendalian, dan fasilitas dan prasarananya belum memenuhi kriteria yang ditentukan?
2.4  Siswa tamatan SMA jurusan IPA cenderung berpikir cepat dan prakits dibanding siswa tamatan jurusan IPS. Mengapa? Bukankan hal itu disebabkan oleh pembentukan pribadi selama proses pembelajaran di tingkat SMA. Pelajaran jurusan IPA cenderung pasti dan menyebabkan pola pikir praktis dan cepat, sedangkan pelajaran jurusan IPS lebih menekankan konsep abstrak serta sentuhan-sentuhan nurani kemanusiaan yang menyebabkan pola pikir hati-hati dalam menentukan kebijakan.
2.5  Jangan pilih partai itu di masa pemilu yang akan datang. Bukankah partai itu hanya mementingkan orang-orang yang di dalam dan berkedudukan. Bukankah janji-janjinya pada waktu kampanye hanyalah omong kosong? Bukankah mereka tidak pernah peduli terhadap rakyat kecil, sementara di sisi lain menyombongkan `kesuksesannya`. Bukankah selama ini lebih banyak membohongi kita, rakyat kecil dengan tampilan tebar pesona yang sepertinya memberi predikat mereka sukses memimpin? Bukankah aspirasi rakyat kurang diprioritaskan, bahkan lebih mengutamakan kepentingan partainya?



Selamat mengerjakan!

  

8.      Penutup

10.1 Kesimpulan
8.1.1        Pola penalaran manusia berkembang sesuai dengan kemajuan zamannya, namun hakikat kevaliditasan  (valid) dan kebenaran (truth) selalu berkembang sesuai dengan hakikatnya juga. Maka, semakin maju kehidupan suatu bangsa akan terwujud melalui kelogisan dan kebenaran yang diperjuangknnya. Zaman semakin modern menuntut sikap dan paradigma rasionalitas kehidupan manusia. Mengajarkan kerangka berpikir yang benar kepada siswa merupakan tugas dan tanggung jawab guru bahasa, selain guru bidang studi lainya.
8.1.2        Keterdidikan manusia dalam suatu bangsa akan menghasilkan gagasan atau pemikiran-pemikiran yang logis dan sistematis demi kemajuan dan tingkat peradabannya. Membimbing sikap kritis siswa tentang kesalahan penalaran atas informasi atau suatu opini yang ada dalam masyarakat antara lain menjadi tugas guru bahasa sesuai dengan fungsi, peran, dan tanggung jawabnya.
8.1.3         Menghadapi tantangan zaman yang semakin global dan kehidup-an yang semakin modern dan kompleks merupakan tangggng jawab lembaga pendidikan, terutama guru bahasa untuk mengjari pembelajar  bersikap kritis terhadap segala sesuatu, baik berupa informasi, apalagi opini. Mengajarkan cara memberikan tanggapan, saran, sanggahan, dan kritik dengan baik dan benar merupakan tugas guru bahasa juga.
8.1.4        Pola pendekatan dan metode mengajarkan materi pembimbingan dan pendampingan cara bernalar sangat variatif, antara lain dengan pola silogisme dan entimem.

10.2 Saran
10.2.1 Mengajarkan pola bernalar merupakan suatu tantangan dan peluang untuk mendidik generasi muda menjadi insan yang kritis, pandai, dan cerdas, selaras dengan keimanan keada Yang Kuasa. Maka, guru hendaklah bersikpa inovatif, kreatif sehingga mata pelajaran bahasa menjadi mata pelajaran yang mengayikkan dan membuat siswa merasa tertantang belajar.
10.2.2 Selain sikap dan lngkah inovatif dan kreatif, guru bahasa lebih bijak manakala mampu mengikuti perkembangan teknologi informasi sehingga pembelajaran yang dilaksanakan bersifat dinamis-aktif-kreatif.

Daftar Pustaka

Haryanta, Kasdi. Memahami Pola Penalaran. www.kasdiharyanta-kasdih.blogspot.com.

_____________. Asas Berpikir. www.kasdiharyanta-kasdih.blogspot.com.


Kamdi, J.S.. 2003. Terampil Berargumen, Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia untuk SLTA Kelas 3. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.

Keraf, Gorys. 1981. Komposisi. Ende: Nusa Indah.

__________ . 1982. Argumentasi dan Narási. Ende: Nusa Indah.

Madusari, Endah Ariani dkk.. 2009. “Metodologi Pembelajaran Bahasa Indonesia”. http://www.slideshare.net/NASuprawoto/metodologi-pembelajaran-bahasa-indonesia. Diakses Senin, 28 Februari 2011, pukul 22.15

Muslich dan I.G. ngurah Oka.

Semiawan, Conny. 1987. Pendekatan Keterampilan Proses. Yakarta: Gramedia.

Solehan, T.W. dkk. 2001. Hakikat Pendekatan, Prosedur, dan Strategi Pembelajaran Bahasa Indonesia Berdasarkan PendekatanKomunikatif- Sistem Pembelajaran Bahasa Indonesia (Modul UT).Jakarta: Pusat Penerbitan UT.



[1] Mansur Muslich dan I Gusti Ngurah Oka (2010: 1).
[2] J.S. Kamdi , Terampil Berargumen, Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia untuk SLTA Kelas 3, Jakarta, PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
[3] Gorys Keraf, 1982,  Argumentasi dan Narási,  Ende-Flores, Nusa Indah.
 
[4] Endah Ariani Madusari, 2009, “Metodologi Pembelajaran Bahasa Indonesia”, http://www.slideshare.net/NASuprawoto/metodologi-pembelajaran-bahasa-indonesia, diakses diakses Senin, 28 Februari 2011, pukul 22.15 WIB.
[5] Ibid.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CERITA PENDEK ON-LINE KARYA SISWA-SISWI KELAS XII IPA 3 TAHUN 2014/2015

CERITA PENDEK ON-LINE KARYA SISWA-SISWI KELAS XII IPA 2 TAHUN 2014/2015

FORMAT KARYA TULIS ILMIAH AKADEMIS