MENUMBUHKAN KEBIASAAN MENULIS POLA ILMIAH AKADEMIS SISWA SMA DENGAN STRATEGI PEMBELAJARAN ANALISIS BUKU SASTRA


I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
     Pembelajaran menulis sebagai bentuk keterampilan berbahasa produktif belum diberdayakan sebagai suatu ranah keterampilan berbahasa yang menyenangkan bagi para pembelajar. Selama ini pembelajaran menulis di sekolah belum mendapatkan perhatian yang baik dari guru dalam porsi yang cukup. Pembelajaran menulis di sekolah hanya mendapat porsi waktu yang sedikit dibandingkan dengan pembelajaran kebahasaan lainnya. Selain itu, guru acap kali hanya berorientasi melihat hasil tulisan siswa tanpa membelajarkan proses menulis pada siswa. Akhirnya, tujuan pembelajaran menulis hanya mengarah pada pencapaian kemampuan pemahaman konsep atau teori menulis belaka sehingga masih jauh dari takaran hasil belajar yang membawa siswa aktif produktif tertulis.

     Di sisi lain kalangan guru lebih banyak yang hanya berorientasi pada segmen kurikulum yang masih merupakan plat datar dari ranah peraturan menteri yang terkait. Lebih parah lagi pembelajaran bahasa banyak yang hanya digunakan oleh guru sebagai media penjualan buku paket dari penerbit tertentu akibat guru yang bersangkutan telah terkooptasi oleh penerbit tersebut tujuuan pokoknya hanyalah mencari keuntungan finasial belaka dengan mengorbankan siswa dalam aktivitas pembelajarannya. Sebenarnya hal ini pun sudah diantisipasi oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan dengan memberikan kewenangan kepada Badan Stardardisasi Nasional Pendidikan untuk menyeleksi buku yang memadai dipakai dalam proses pembelajaran.

     Dalam dimensi lain terdapat guru yang memiliki idealisme tinggi dengan tuntutan pembelajaran yang dirasakan terlalu berat bagi siswa-siswinya. Persoalannya, guru memandang siswa sebagai generasi kaum intelektual yang mutlak perlu memiliki kecerdasan demi masa depannya maupun masa depan bangsa. Dengan kata lain, siswa hanya dituntut untuk cerdas secara intelektual. Hal inilah yang menjadikan menulis sebagai suatu beban bagi semuanya.
   
     Pendapat senada mengungkapkan bahwa kegiatan belajar-mengajar belum sepenuhnya menekankan pada kemampuan berbahasa, namun lebih pada penguasaan materi. Hal ini terlihat dari porsi materi yang tercantum dalam buku pembelajaran paket sehingga lebih banyak diberikan dan diutamakan oleh para guru Bahasa Indonesia, sedangkan pelatihan berbahasa yang sifatnya lisan ataupun tertulis hanya memiliki porsi yang jauh lebih sedikit.

     Beberapa guru bahasa Indonesia sering mengeluh mengenai rendahnya minat siswa berpartisipasi dalam perlombaan kepenulisan, seperti lomba menulis cerpen, surat, dan karya tulis ilmiah remaja, sering terdengar. Mengapa anak didik tidak mempunyai kebiasaan menulis dan bagaimana sekolah harus menumbuhkembangkannya? Mengingat, menulis merupakan salah satu kompetensi berbahasa yang dituntut dalam kurikulum.

     Dalam dimensi lain terdapat anggapan kurang tepat pada sebagian guru tentang aktivitas menulis atau mengarang. Anggapan itu turut menyebabkan budaya menulis pada anak didik tidak bisa berkembang. Mengarang atau menulis seringkali dianggap membutuhkan bakat khusus. Tentu, anggapan tersebut tidak benar. Banyak penulis yang sepakat, 90 persen kemampuan penulis dihasilkan lewat pembelajaran: latihan menulis dan latihan menulis. Hanya 10 persen yang terkait dengan faktor bakat. Itu adalah pendapat William Faulkner, penulis Amerika. Menurut Putu Wijaya, penulis Indonesia, faktor bakat berpengaruh tak lebih dari 5 persen. Itu berarti faktor bakat tidak cukup dominan mengarahkan seseorang menjadi penulis atau tidak. Justru faktor pembelajaranlah yang cukup dominan berpengaruh.

     Di sisi berbeda ada anggapan bahwa menulis adalah kecakapan hidup yang terkait dengan kewartawanan atau jurnalistik saja. Kecakapan menulis tidak hanya diperlukan di bidang kewartawanan saja sebab hampir semua bidang kehidupan butuh kecakapan menulis. Kakapan menulis dibutuhkan di semua bidang, misalnya birokrasi, militer, pendidikan, bisnis, industri, kesehatan, dan sebagainya. Adanya anggapan sebagian guru bahwa kecakapan menulis diperlukan hanya dalam kewartawanan bisa menyebabkan guru tidak serius mengembangkan kompetensi menulis siswa.

Ada juga para pendidik berasumsi bahwa menulis merupakan tanggung jawab guru mata pelajaran bahasa Indonesia. Kerangka berpikir seperti ini membawa akibat buruk dalam bentuk layanan dan pola pembelajaran. Kaidah dasar semua ilmu bisa dijelaskan dan dapat dikomunikasikan mellui bahasa. Dibutuhkan kerjasama dan koordinatif antarguru bidang studi. Sembari berjalan bentuk layanan pembimbingan guru bahasa Indonesia memberikan layanan konkret penggunaan bahasa Indonesia dari berbagai dimensi kebahasaan. Misalnya, melalui kegiatan rutin menulis siswa belajar menggunakan sistem ejaan bahasa Indonesia yang benar. Misalnya, penulisan huruf kapital, pemakaian tanda baca, penulisan unsur serapan, dan penggunaan kata baku atau nonbaku. Perlahan tapi pasti, setapak demi setapak siswa diajak dan disuruh mengetahui serta memperbaiki kesalahannya dalam menulis.

     Dalam sisi lain melalui kegiatan menulis siswa terpicu memperbanyak kosa kata yang secara langsung diperolehnya melalui tugas dan kebiasaan membaca. Membaca merupakan kekuatan dasar untuk membentuk kepercayaan diri menulis. Kepada siswa diberikan penjelasan bahwa beruntunglah yang yang tahu bahwa dirinya tidak tahu sehinga timbul dalam dirinya niat untuk selalu mencari tahu. Tugas penting awal seorang pengarang atau penulis adalah membaca. Kegiatan itu diperlukan untuk membuka diri terhadap cakrawala dan pikiran baru. Hal-hal baru akan berperan menggelitik siswa untuk merefleksikan pandangannya. Memiliki banyak kosa kata akan mempermudah seseorang mengemukakan ide, pendapat, atau pengetahuan ke dalam bahasa tulis. Siswa dituntut bisa merangkai kosa kata tersebut menjadi sebuah kalimat yang bermakna.

     Guru bisa memberikan kebiasakan pembuatan garis-garis besar tulisan semacam kerangka karangan. Dengan pola ini siswa akan mencari sumber dan mengembangkan gagasan yang dinilainya masih kurang memadai. Pengembangan gagasan akan berjalan dengan tertata dan sistematis.

     Pembiasaan menulis bisa dilatihkan kepada siswa dengan memberikan penjelasan manfaat buku harian. Buku harian tersebut digunakan siswa untuk menulis pengalaman atau apa saja yang dilihat, didengar, dirasakan, dan dipikirkan setiap hari, terutama pengalaman yang menarik serta berkesan. Bisa juga untuk menulis puisi atau cerpen berdasar pengalaman serta hasil perenungan setiap saat.

     Situasi di atas dapat pula dipicu dengan mengikuti kegiatan-kegiatan perlombaan kepenulisan. Banyak agenda perlombaan menulis yang diadakan oleh berbagai pihak setiap tahun yang bisa diikuti. Ada LKIR yang diselenggarakan Depdiknas, ada lomba menulis cerpen yang diselenggarakan Pusat Bahasa Indonesia. Belum lagi perlombaan-perlombaan menulis yang diselenggarakan komunitas-komunitas bahasa dan sastra atau instansi lain. Bahkan, secara insidental, beberapa penerbit dan institusi nasional maupun lokal menyelenggarakan perlombaan penulisan. Guru hendaknya berperan sebagai motivator dan fasilitator yang baik bagi anak didik agar mereka berpartisipasi dalam perlombaan-perlombaan seperti itu. Ketujuh , menumbuhkan kegiatan menulis melalui kegiatan ekstrakurikuler kejurnalistikan, penulisan kreatif, karya ilmiah remaja (KIR), lewat penerbitan media, majalah sekolah, majalah dinding sekolah, atau tabloid sekolah. Bisa pula disusupkan ke dalam setiap kegiatan ekstrakurikuler yang ada.

     Misalnya, anak didik yang bergabung dalam kelompok pencinta alam bisa ditugasi menuliskan pengalamannya setiap melakukan ekspedisi kepencintaalaman. Anak didik yang mengikuti ekstrakurikuler teater diwajibkan membuat naskah pementasan sendiri. Anak didik yang bergabung dalam Palang Merah Remaja diharuskan membuat artikel tentang kesehatan. Di sisi lain guru pun bisa menunjukkan contoh-contoh karangan siswa yang pernah memperoleh kejuaraan dalam perlombaan dan telah dibukukan atau dipublikasikan melalui media massa. Misalnya, puisi, cerpen, surat, artikel, atau karya tulis ilmiah. Dengan melihat contoh-contoh tersebut, siswa mempunyai gambaran yang konkret terhadap model-model tulisan yang baik.

     Hobi menulis siswa bisa dipacu dengan mengirimkan karangan siswa yang baik ke media massa. Bila karangan siswa bisa dimuat di media massa, siswa merasa percaya diri dan lebih bersemangat menulis. Juga, merangsang siswa lain untuk menulis. Siapa pun percaya, tanpa ada upaya apa pun yang dilakukan sekolah untuk menumbuhkan kebiasaan menulis pada anak didik, selamanya budaya menulis tidak akan berkembang. Kalau ada satu dua anak didik yang bisa menulis, tentu karena anak didik yang bersangkutan mempunyai minat serta dorongan pribadi yang kuat dalam dunia kepenulisan, bukan karena motivasi dari sekolah. Padahal, yang diharapkan, sekolah harus bisa berperan aktif menumbuhkembangkan budaya menulis pada anak didiknya.

      Pembelajaran menulis ini tidak lepas dari peran guru sebagai fasilitator dalam pembelajaran. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di beberapa negara berkembang, termasuk Indonesia, dilaporkan bahwa guru merupakan faktor determinan penyebab rendahnya mutu pendidikan di suatu sekolah. Penelitian yang dilakukan International Association for the Evaluation of Education Achievement (2006) menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan antara tingkat penguasaan guru terhadap bahan yang diajarkan dengan pencapaian prestasi para siswanya. Penguasaan meteri tersebut sebenarnya dapat ditunjang oleh beberapa faktor sehingga tingkat penguasaan materi meningkat.

     Berdasarkan kenyataan di lapangan, kemampuan menulis siswa SMA 1 Xaverius 1di awal masuk belajar, terutama tulisan jenis argumentasi masih rendah. Dari hasil pengamatan, keaktifan siswa dalam pembelajaran menulis hanya mencapai 12,5 % (5 orang, dari 40 siswa yang hadir). Hal ini terjadi karena siswa tidak mempunyai kegairahan menulis dan guru lebih menekankan pada teori tentang menulis dengan metode ceramah. Secara administratif tertulis bahwa kelas tersebut mempunyai ketuntasan 85% (34 siswa). Nilai ketuntasan belajar mata pelajaran Bahasa Indonesia (75) yang ditetapkan sekolah dicapai oleh 34 siswa dan nilai rata-rata kelas hanya mencapai 77.8 dari keseluruhan siswa yang hadir (40).
Untuk mengatasi masalah pembelajaran menulis, salah satu media yang dapat digunakan adalah yang dikenal dengan menulis ilmiah pola teknis akademis. Konteks ini memang menu utama mahasiswa perguruan tinggi, namun bagi siswa kelas XII yang sebentar lagi memasuki komunitas akademis hendaknya sejak awal dibina dan dilatih untuk mengembangkan hal ini sehingga tidak akan merasa cangggung dan mengalami kesulitan manakala menghadapi hal yang sama dalam kegiatan akademisnya.

     Dalam komunitas pembelajar sekolah menengah atas keterampilan menulis dalam format akademis ilmiah merupakan kebutuhan mendasar yang harus diberikan secara terpola dan terpadu serta berkesinambungan. Pola pembelajaran menulis seperti yang dimaksud amat berguna dalam penuangan gagasan dan pembentukan pola penalaran yang pada akhirnya akan berguna dalam kehidupannya. Banyak masukan dari para alumnus, baik yang melanjutkan pendidikannya di dalam maupun di luar negeri, yang memberikan pesan bahwa pembelajaran menulis amat penting diberikan, terutama erat kaitannya dengan kemampuan mengemukakan pendapat secara tertulis, kemampuan bernalar, serta sikap jujur. Mauskan dari para alumnus tersebut amat menginspirasi bahwa materi pembelajaran menulis dalam konteks teknis ilmiah aademis amat diperlukan bagi siswa-siswi SMA Xaverius 1.

    Di sisi lain, dalam perkembangan zaman seperti sekarang yang serbakomunikatif dengan segala kemudahannya, sikap kejujuran siswa masih harus dibina dan dibimbing secara terus-menerus sehingga menghasilkan karakter pribadi yang baik. Hal ini, bila ditinjau dari keterampilan menulis siswa, amat besar peluang seseorang untuk tidak bersikap jujur manakala mempunyai tugas atau kewajiban menulis yang dimilikinya. Banyak kasus yang memperkuat hal tersebut. Maksudnya, sikap ketidakjujuran berkaitan dengan pengakuan atas suatu pendapat atau gagasan yang merupakan opini orang lain banyak dilakukan oleh berbagai pihak, justru paling banyak adalah kaum akademisi. Kasus gelar doktor dan profesor yang dicabut oleh lembaga yang berwenang menunjukkan plagiarisme pernah merebak dalam lingkungan komunitas akademis.

     Hal ini tentu amat berlawanan dengan intelectual property right atau Undang-Undan Hal Cipta yang diberlakukan oleh pemerintah. Guna menghafapi hal seperti itu perlu dilakukan tindakan pendidikan dan pembinaan sikap kejujuran dalam mengemukakan pendapat secara tertulis dalam bentuk karangan, antara lain melalui pembelajaran menulis dalam format teknis ilmiah. Untuk itu hal ini perlu dilakukan oleh guru, terutama SMA kelas XII yang tak lama lagi siswa-siswi anak asuhnya akan memasuki komunitas akademis yang berupaya memegang teguh nilai kejujuran. Disi sisi lain hal ini sejalan juga dengan pendidikan karakter yang belakangan didengungkan oleh Dirjen Dikdasmen melalui programnya.
Berkaitan dengan hal di atas, pembelajaran kaya sastra sering tidak mendapat porsi yang wajar. Padahal, dunia karya sastra amat memberikan peran besar dalam pembentukan dan pengembangan karakter siswa. Bersasarkan hal tersebut, memadukan pembelajaran menulis teknis akademis dengan pembelajaran karya sastra dalam perannya sebagaimana disebutkan di atas menjadi hal yang amat menarik dan menggelitik untuk disikapi secara positif oleh guru bahasa Indonesia.

     Di sisi lain kemajuan dunia teknologi informasi yang berkembang demikian pesat sebaiknya dimanfaatkan oleh guru untuk pengembangan profesionalismenya. Masih disayangkan manakala guru bahasa Indonesia tidak memiliki sikap keteladanan produktif bagi anak didiknya. Harus diakui juga banyak guru yang cekatan dan cerdas memanfaatkan kemajuan zaman demi pelayanan profesionalisme mengajarnya kepada anak didik. Banyak komunitas pendidik yang bisa saling bantu dan mendukung uoaya peningkatan profesionalisme tersebut, hampir di seluruh Indonesia, terutama di Jawa. Di daerah Magelang dan Jogjakarta terdapat Komunitas Guru Go Blog yang aktif produktif melakukan kegiatan pendidkan dan pelatihan menulis. Gola Gong bersama komunitasnya dalam Rumah Dunia amat intensif memberikan materi dan pembimbingan menulis bagi siapa pun, baik melalui jaringan maupun secara langsung. Berdasarkan analogi terhadap hal tersebut maka guru perlu memberikan bimbingan dan wahana bagi siswanya untuk penuangan gagasannya secara tertlis. Pesatnya kemajuan dunia e-learning juga sudah merupakan bukti bahwa tidak bisa tidak guru bahas harus melakukan hal-hal yang dimaksud.

1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Mengemukakan gagasan secara tertulis dalam karangan masih merupakan keterampilan menulis yang amat kurang diminati dan kompleks dalam dunia pelajar SMA.
1.2.2 Mengemukakan gagasan dalam bentuk karya tulis ilmiah merupakan perihal yang belum membudaya di kalangan pelajar SMA, apalagi bila guru memahami bahwa hal itu bukan merupakan kebutuhan pokok bagi generasi muda inteletual muda menatap masa depan.
1.2.3 Tidak banyak guru yang mampu meneladani dan membimbing siswa untuk berkarya ilmiah secara konkret dengan bukti yang bisa digunakan sebagai contoh.
1.2.4 Menulis dalam bentuk karya tulis ilmiah bagi siswa SMA masih merupakan hal yang belum membiasa sebagai komunitas akademis.

1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui faktor penghambat ketidaksuburan budaya menulis di kalangan siswa SMA.
1.3.2 Menenentukan alternatif solusi pengembanagn kebiuasaan menulis di kalangan pelajar SMA se4hingga pelajaran Bahasa Indoensia tetap menarik dan menyenangkan.
1.3.3 Mengajukan bentuk alternatif pengembangan budaya menulis yang menekankan pada kode etik ilmiah dan kejujuran dengan sistema penulisan yang benar.
1.3.4 Memanfaatkan bentuk karya sastra yang benilai positif dalam pembentukan karakter siswa SMA.

1.4 Manfaat
1.4.1 Mengetahui faktor penyebab hambatan pembelajaran menulis di kalangan siswa SMA
1.4.2 Menemukan alternatif solusi pengembanagn kebiasaan menulis di kalangan siswa SMA sebagai bentuk keterampilan berbahasa produktif.
1.4.3 Membimbing siswa SMA untuk belajar menulis dalam format yang benar sesuai dengan kaidah akademis yang berlaku.
1.4.4 Membimbing sikap jujur dan etis di kalangan siswa SMA dengan mematuhi kaidah yang berlaku
1.4.5 Membimbing siswa dalam pembentukan karakter pribadi melalui penanaman nilai-nilai keteladanan berkaitan dengan prinsip hidup dan kehidupn yang dapat diperoleh melalui karya sastra Indonesia.

II. PEMBAHASAN

2.1 Batasan Konsep Menulis
     Pengertian menulis lebih banyak dikaitkan dengan suatu aktivitas penulisan cerita fiksi seperti cerpen, puisi, novel, maupun drama. Padahal kegiatan menulis atau mengarang sebenarnya mencakup pengertian yang luas, yakni bagaimana seseorang menuangkan gagasan, pikiran, ataupun idenya secara terstruktur dan terarah dalam bentuk tulisan. Menulis memiliki dua pengertian, yaitu pengertian sempit dan pengertian luas. Dalam pengertian sempit menulis berarti membuat huruf, angka-angka dan tanda baca. Adapun pengertian luas, menulis merupakan padanan istilah mengarang. Menulis adalah keterampilan menggunakan bahasa secara tertulis untuk menyampaikan informasi tentang sesuatu sehingga terjadi komunikasi secara tidak lanngsung. Menulis merupakan kegiatan yang produktif dan ekspresif. Keterampilan menulis merupakan suatu kemampuan menyampaikan pikiran dengan menerapkan ejaan setelah mengenal huruf, dirangkai menjadi kata, kemudian kalimat, lalu menjadi paragraf dan akhirnya menjadi wacana yang menjadi alat komunikasi dalam bahasa tulis.

     Menulis adalah aktivitas seluruh otak yang menggunakan belahan otak kanan (emosional) dan belahan otak kiri (logika). Jadi, tulisan yang baik memanfaatkan kedua belahan otak tersebut. Dorongan untuk menulis sama dengan dorongan untuk berbicara. Hal ini dimaksudkan agar pikiran dan pengalaman kita dapat dikomunikasikan dan diketahui oleh orang lain. Menulis merupakan pemindahan pikiran atau perasaan dalam lambang-lambang bentuk bahasa.

Menulis adalah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang di pahami oleh seseorang sehingga orang lain dapat membaca langsung lambang- lambang grafik tersebut kalau mereka memahami bahasa dan gambaran grafik itu . Menulis merupakan kemampuan menggunakan pola-pola bahasa secara tertulis untuk mengungkapkan suatu gagasan atau pesan. Menulis adalah proses menggambarkan suatu bahasa sehingga pesan yang disampaikan penulis dapat di pahami pembaca. Menulis adalah suatu proses menyusun, mencatat, dan megkomunikasikan makna dalam tataran ganda bersifat interaktif dan diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu dengan menggunakan suatu sistem tanda konvesional yang dapat dilihat/dibaca.

     Pembelajaran menulis memiliki serangkaian tujuan, antara lain manfaat secara individual memberikan suatu informasi, meyakinkan atau mendesak, menghibur atau menyenangkan, mengekspresikan perasaan dan emosi yang kuat, merumuskan tujuan menulis.

Pembelajaran menulis pun dapat memiliki beberapa tujuan, antara lain:
a. Tujuan penugasan, sebenarnya tidak memilki tujuan karena orang yang menulis melakukan nya karena tugas yang diberikan kepadanya.
b. Tujuan altruistik,penulis bertujuan untuk menyenangkan pembaca,menghindarkan kedudukan pembaca,ingin menolong pembaca memahami,menghargai perasaan dan penalaranya,ingin membuat hidup para pembaca lebih mudah dan lebih menyenangkan dengan karyanya itu.
c. Tujuan persuasif bertujuan meyakinkan para pembaca akan kebenaran gagasan yang diutarakan.
d. Tujuan informasional penulis bertujuan memberi informasi atau keterangan kepada para pembaca.
e. Tujuan pernyataan diri penulis bertujuan memperkenalkan atau menyatakan dirinya kepada pembaca.
f. Tujuan kreatif penulis bertujuan melibatkan dirinya dengan keinginan mencapai norma artistik,nilai-nilai kesenian.
g. Tujuan pemecahan masalah penulis bertujuan untuk memecahkan masalah yang dihadapi.

     Fungsi utama dari tulisan adalah sebagai alat komunikasi yang tidak langsung. Dengan menulis memudahkan kita mersakan dan menikmati hubungan–hubungan, memperdalam daya tanggap atau persepsi kita, memecahkam masalah-masalah yang kita hadapi, menyusun urutan bagi pengalaman, dapat menyumbangkan kecerdasan. Di sisi lain menulis juga berguna untuk sarana mengungkapkan diri yaitu untuk mengungkapkan perasaan hati seperti kegelisahan, bahkan keinginan dan amarah.

      Selain itu menulis bisa juga berfungsi sebagai sarana pemahaman, artinya dengan menulis seseorang bisa mengikat kuat suatu ilmu pengetahuan (menancapkan pemahaman ) ke dalam otaknya. Menulis dapat membantu mengembangkan kepuasan pribadi, kebanggaan,perasaan harga diri artinya dengan menulis bisa melejitkan perasaan harga diri yang semula rendah degan menulis dapat meningkatkan kesadaran dan penyerapan terhadap lingkungan artinya orang yang menulis selalu dituntut untuk terus menerus belajar sehinnga pengetahuannya menjadi luas. Menulis dapat meningkatkan keterlibatan secara bersemangat bukannya penerimaan yang pasrah,artinya dengan menulis seseorang akan menjadi poeka terhadap apa yang tidak benar disekitarnya sehinnga ia menjadi seoarang yang kreatif.

 Menulis mampu mengembangkan suatu pemahaman dan kemampuan menggunakan bahasa artinya dengan menulis seseorang akan selalu berusaha memilih bentuk bahasa yang tepat dan menggunakannya dengan tepat pula.

Secara teoretis menulis yang berkembang saat ini adalah menulis model proses. Dengan model ini menulis dilakukan dengan pentahapan – pentahapan:

1) Pra-menulis (prewriting) : siswa memilih topik,siswa mengumpulkan dan menyesuaikan ide-ide,siswa mengidentifikasi pembacanya,siswa mengidentifikasi tujuan menulis siswa memilih bentuk yang sesuai berdasarkan pembaca dan tujuan menulis,dengan aktifitas pengarang persiapan menulis cerita,menggambar,membaca,memikirkan tulisan, menyusun gagasan dan mengembangkan rencana; 2) Pengedrafan ( drafting ): siswa menulis draf kasar, siswa siswa menulis pokok-pokok yang menarik pembaca,siswa lebih menekankan isi dari pada mekanik,dengan aktifitas pengarang merangkaikan gagasan dalam sebuah tulisan tanpa memperhatikan kerapian atau mekanik; 3) Merevisi (revising ): siswa membagi tulisanya kepada kelompok,siswa mendiskusikan tulisanya kepada temannya,siswa membuat perbaikan sesuai komentar teman dan gurunya,siswa membuat perubahan subtantif dan bukan sekedar perubahan minor antara draf pertama dan kedua .setelah mendapat saran –saran dari orang lain pengarang dapat membuat beberapa perubahan dan perubahan itu dapat melibatkan orang lain; 4) Mengedit (editing ): siswa mebaca ulang tulisanya,siswa membantu baca ulang tulisan temannnya,siswa mengidentifikasi kesalahan mekanisme dan membetulkannya; dan 5) Memmublikasikan (publishing): siswamempublikasikantulisnanya dalam bentuk yang sesuai,siswa membagi tulisanya yang sudah selesai kepada teman sekelasnya.

      Ragam tulisan dapat didasarkan pada isi tulisan, isi tulisan mempengaruhi jenis informasi, pengorganisasian dan tata sajian tulisan. Menurut Keraf (1997) ragam tulisan didasarkan pada tujuan umum, berdasarkan hal tersebut menulis dapat dibedakan menjadi lima: deskripsi, eksposisi, argumentasi, narasi, persuasi.

2.2 Materi Teknis Format Karya Tulis Ilmiah
      Sebagai sebuah karya tulis, tulisan ilmiah dapat dibedakan menjadi dua jenis, yakni 1) tulisan ilmiah populer; dan 2) tulisan ilmiah akademis. Kesamaan kedua bentuk tersebut terletak pada sifat kajiannnya dengan menggunakan penalaran ilmiah yang bercirikan objetif dan rasional. Perbedaan keduanya terletak pada format, media, dan tulisannya. Tulisan ilmiah populer dikemas secara populer sesuai dengan karakter media dan selera pembaca yang boleh dikatakan tanpa menggunakan konvensi akademis. Sisi konvensi ilmiah tidak demikian penting sebab misinya adalah memasyarakatkan keilmiahan suatu ilmu melaui media yang digunakan. Sedangkan tulisan ilmiah akademis mempunyai visi dan misi kebenaran ilmiah serta memajukan ilmu pengetahuan demi kehidupan semakin keberadaban dan kemartabatan kehidupan manusia. Oleh karena itu, karya tulis ilmiah akademis mempunyai kriteria-kriteria normatif sebagai bentuk kesepakatan yang digunakan sebagai acuan. Berdasarkan hal tersebut, format karya tulis ilmiah akademis mempunyai keterikatan konvensi-konvensi akademis sesuai dengan yang diberlakukan.
Format tulisan ilmiah akdemis sekuarang-kurangnya harus memperhatikan hal-hal berikut, yakni: 1) sistem penomoran; 2) sistem pengutipan; 3) sistem penulisan catatan kaki; dan 4) sistem penulisan daftar pustaka/bibliografi.

1) Sistem penomoran
      Dalam sistem penulisan ilmiah akademis dikenal empat sistem penomoran, yaitu 1) sistem angka Romawi-Arab; 2) sistem angka dan huruf; 3) sistem desimal; dan 4) sistem Romawi-Arab-Latin. Pertimbangan penggunaan sistem tersebut sangat bergantung pada aspek kepentingan dan kesepakatannya. Walaupun begitu, konsistensi (keajegan) sistem harus benar-benar diperhatikan sehingga satu karya tulis ilmiah akademis cukup menggunakan satu sistem penomoran dari awal hingga akhir karya tulis ilmiah tersebut. Fungsinya untuk mempertahankan agar sistematika tulisannya tetap dan mencerminkan pola penalaran yang teratur.

a) Sistem angka Romawi-Arab
I. …………………………………………
1. …………………………………………..
(1) ………………………………………
(2) ………………………………………
2. ……………………………………………
(1) …………………………………..
(2) …………………………………..
II. ………………………………………
1. ………………………………..
2. ……………………………….
dan seterusnya

b) Sistem angka-huruf

1. ………………………………
A ………………………….
(1) ………………….
(2) …………………….
(3) …………………….
(a)…………………….
(b)………………………
B. …………………….
(1) …………………
(2) …………………
2. ……………………………
A.……………………
B.…………………………
(1) …………………………
(2) …………………………
dan seterusnya

c) Sistem desimal

1. ……….………………
1.1 …………………..
1.2 ………………….
2. ……………………….
2.1 ………………….
2.2 …………………..
2.2.1 ………….
2.2.2 …………...
dan seterusnya.

d) Sistem Romawi-Arab-Latin

I …………………………………….
A. …………………….
1. ……………………
a. ………………………
1) ……………………
2) ………………………
a) …………………….
b) ……………………
(1) …………………
(a) ……………….
(b) ……………….
II. ………………………………………….
dan seterusnya.

2) Sistem pengutipan
      Pengutipan merupakan penulisan kembali pendapat atau hasil karya tulis peneliti lain. Pengutipan ini dapat dilakukan melalui dua cara, yakni 1) cara langsung; 2) cara tak langsung. Tiap-tiap cara memiliki konvensi yangh berbeda. Konvensi tertsebut berfungsi untuk menjaga kejujuran akademis di samping aspek kode etik ilmiahnya. Oleh karena itu seorang penulis harus tetap mencantumkan sumber asal pendapat yang dikutipn dalam karya tulisnya sehingga tidak melanggar intelectual property right. Pencantuman sumber tulisan juga mencerminkan kerendahan hati penulis sebab beliau telah mengakui secara jujur bahwa konsep tersebut telah dikemukakan oleh pihak lain sebelumnya. Dengan demikian, penulis kelihatan memiliki pengetahuan dan referensi yang luas sebelum menentukan pengembangan berikutnya.

a) Kutipan cara langsung
      Teknik kutipan ini memiliki dua pola, yaitu 1) kutipan langsung panjang; dan 2) kutipan langsung pendek. Kedua cara itu menggunakan format yang berbeda.

i) Kutipan langsung panjang
     Kutipan langsung panjang ini ditulis persis sama dengan aslinya, menyangkut orisinalitas kata dan sistem ejaannya. Kutipan semacam ini biasanya diperlukan untuk mengutip rumus, peraturan hukum, surat keputusan, definisi, konsep, dan lain-lain. Kutipan langsung disebut panjang bila melebihi tiga baris teknis penulisannya. Kutipan langsung diketik dengan format ukuran huruf (size) si bawah standar. Jarak antarbaris cukup spasi 1 (satu). Kutipan diketik berjarak dengan margin kiri dan kanan sebagaimana batas paragraf baru atau berjarak karakter ganjil (7, 9, 11, dst.).
     Di akhir kutipan dicantumkan sumber kutipan dalam catatan punggung yang berisi nama pengarang (unsur trakhir nama jika lebih dari satu kata), tahun penerbitan sumber, dan halaman dimuatnya tulisan di sumber tersebut. Secara teknis catatan punggung diketik di bagian kanan bawah kutipan, berjarak dua spasi dengan baris di atas dan di bawahnya.
Contoh:

Membaca adalah suatu hal yang amat penting bagi kehidupan manusia, yang bak dalam keluarga, sekolah dan masyarakat. Membaca, khususnya yang dilaksanakan di sekolah, merupakan tanggung jawab seluruh kurikulum yang ada di sekolah tersebut. Akan tetapi kebanyakan sekolah menganggap bahwa pengajaran merupakan tugas kedua, yang hanya merupakan tambahan. Menurut cara pandang ini, membaca itu penting, tetapi hanya merupakan alat bantu dalam pengajaran bidang tertentu.
                                                                                                                        (Tarigan, 1989: 27)

ii) Kutipan langsung pendek
       Kutipan langsung pendek panjangnya tidak lebih dari tiga baris, ditulis terpadu dengan kalimat-kalimat uraian penulis, ditandai dengan apitan tanda kutip (“….”). Penulisan kutipan langsung yang pendek ini juga disertai catatan punggung.

b) Kutipan Tidak Langsung
      Kutipan tidak langsung merupakan uraian penulis dengan kata-katanya sendiri yang didasarkan pada konsep/pendapat atau hasil karya peneliti lain. Meskipun dmikian, penulis tidak memasukkan pendapat subjektifnya ke dalam kutipan tersebut. Kutipan tidak langsung ditulis tanpa tanda kutip sebagai apitan. Sedangkan pencantuman sumber dapat dilakukan melalui dua cara, yakni 1)sumber dapat dicantumkan dalam catatan kaki (foot note), dan 2) sumber dapat langsung disebut di awal kutipan.

Contoh:
Dengan atau tanpa prinsip etis, oleh salah satu penganjur neo-liberalisme, Theodore Levit (1958) dikatakan bahwa kinerja bisnis memang harus bertarung seperti dalam perang; sebagai perang yang efektif, bisnis harus dijalankan dengan berani dan, yang terpenting, bukan bukan secara moral (not morality). Lalu apa moralitas bisnis? Seorang ekonom neo-liberal lain, Milton Friedman (1962) mengatakan bahwa satu dan hanya satu tangung jawab bisnis, yaitu mengerahkan seluruh sumber dayanya untuk akumulasi laba.

3) Catatan Kaki
        Catatan kaki adalah catatan yang terletak di kaki halaman tulisan ilmiah akademis. Catatan kaki berfungsi memberikan penjelasan lebih lanjut atau membandingkan uraian yang dibuat terhadap persoalan tertentu yang ada di tubuh karangan dengan tulisan atau uraian penulis lain yang membahas persoalan yang sama. Catatan kaki ditulis dengan nomor urut dari awal sampai akhir tulisan agar mudah memberi keterangan dan melacak buku sumber yang dikutipnya. Karena itu catatan kaki juga memiliki konvensi-konvensi tertentu yang harus dikuasai oleh seorang peneliti.

a) Pedoman Penulisan Catatan Kaki
• Catatan kaki ditulis di bagian bawah (kaki) halaman dengan garis pemisah antara tubuh dan catatan kaki sekitar 2 x 2 spasi.
• Catatan kaki ditulis mulai dari ketikan kedelapan dari margin kiri dan baris seanjutnya dimulai dari ketukan pertama.
• Jarak antabaris dalam satu catatan kaki adalah satu spasi, sedangkan jarak antarcatatan kaki dua spasi.

     Catatan: konvensi di atas hanya diterapkan jika kita mengunakan ketik manual, sedangkan bila menggunakan sistem komputer kita tinggal mengaplikasikan program yang sudah ada.

b) Istilah-Istilah dalam Catatan Kaki
         Penulisan catatan kaki memiliki sistematika tertentu dan singkatan-singkatan yang
digunakan untuk menghindari pengulangan penulisan sumber yang sama. Sistematika dan istilah-istilah itu dapat dipaparkan sebagai berikut.
      Catatan kaki terdiri atas unsur-unsur yang disusun secara sistematis dan diterapkan secara konsisten. Unsur-unsur catatan kaki adalah: nama pengarang ; judul buku; kota penerbit; tahun terbit, tanda kurung; halaman kutipan; dan tanda titik serta tanda titik dua. Tiap-tiap unsur itu wajib diletakkan pada tempatnya, sesuai dengan konvensi resmi penulisan catatan kaki dalam Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.

c) Singkatan-Singkatan dalam Catatan Kaki
      Ada beberapa istilah yang disingkat dalam catatan kaki, yaitu: Ibid.; Op. Cit.; dan Loc. Cit.. Singkatan-singkatan itu dapat diterapkan berdasarkan penjelasan berikut.

i) Ibid.
     Singkatan ini berasal dari bahasa Latin: ibidem yang berarti pada tempat yang sama. Singkatan ini dipakai jika kita menuliskan sumber catatan kaki urutan kedua atau berikutnya yang berasal dari sumber yang sama dengan catatan kaki pertama serta tidak diselingi oleh catatan kaki lain yang menggunakan sumber berbeda. Penulisan Ibid. harus disertai dengan nomor halaman bila kutipannya berasal dari halaman yang berbeda dengan halaman sumber di atasnya.
ii) Op. Cit.
    Singkatan ini berasal dari bahasa Latin: Opere Citato yang berarti dalam karya yang dikutip terdahulu. Op. Cit. dipakai untuk menuliskan sumber kutipan catatan kaki dari buku yang pernah dikutip, lalu dikutip lagi, tetapi diselingi oleh satu sumber kutipan lain. Penulisan Op. Cit. dilakukan dengan mencantumkan: nama pengarang, Op. Cit., dan nomor halaman bila halamannya berbeda dengan halaman sumber yang pernah dikutip itu.

iii) Loc. Cit.
     Singkatan ini berasal dari bahasa Latin: loco citato yang berarti pada tempat yang pernah disebut. Loc. Cit. dipakai untuk menuliskan sumber kutipan catatan kaki yang sama dengan di atasnya, tetapi diselingi oleh lebih dari satu sumber lain dengan sumber yang dikutipnya. Penulisan loc. cit. sama dengan penulisan Op. Cit., yaitu dengan mencantumkan nama pengarang, Loc. Cit., dan nomor halaman bila halaman yang dikutip itu berbeda dengan nomor halaman kutipan sebelumnya.

d) Contoh Penerapan Catatan Kaki

1Hubert M. Blalock Jr.. Pengantar Penelitian Sosial. (Jakarta: Rajawali Pers, 1987), halaman 20.
2J. Vredenbergt. Metode dan Teknik Penelitian Masyarakat. (Jakarta: Gramedia Pustaka, 1983), halaman 50.
Ibid.
Ibid., halaman 51.
5Hubert M. Blalock Jr.. Op. Cit., halaman 21.
6A.B. Shah. Metodologi Ilmu Pengetahuan. (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1987), halaman 32.
7B.S. Mardiatmadja. Tantangan Dunia Pendidikan. (Yogyakarta: Kanisius, 1986), halaman 10.
8Hubert M. Blalock Jr.. Loc. Cit., halaman 22.
9B.S. Mardiatmadja, Op. Cit.
10 Ibid., halaman 12.

4) Daftar Pustaka
      Daftar pustaka atau bibliografi berfungsi untuk memberikan data deskriptif acuan sumber-sumber tertulis secara lengkap yang digunakan penulis dalam mengolah suatu karya tulis. Daftar pustaka ditulis berdasarkan konvensi tertentu yang digunakan secara konsisten.

a) Pedoman Penulisan Daftar Pustaka
i) Daftar pustaka ditulis di bagian akhir suatu karya tulis atau karangan ilmiah.
ii) Daftar psutaka ditulis mulai tepat di batas margin kiri, sedangkan baris selanjutnya -jika tidak cukup dalam   satu baris- dimulai dari ketukan kesepuluh.
iii) Jarak antarbaris dalam satu sumber adalah satu spasi.
iv) Jarak antarsumber daftar pustaka adalah dua spasi.
v) Semua gelar (gelar akademis, gelar kebangsawanan, gelar keagamaan) tidak perlu ditulis.
vi) Jika nama pengarang terdiri lebih dari satu kata, penulisannya diumulai dari nama belakang, diikuti nama pertama dan seterusnya. Antara nama belakang dengan unsur nama depan diberi tanda koma.

Misalnya:
Andrias Harefa -> Harefa, Andrias
I Made Sukada -> Sukada, I Made
Todung Mulya Lubis -> Lubis, Todung Mulya

vii) Jika pengarang buku terdiri dua-tiga orang penulis, nama pengarang kedua dan ketiga tidak perlu dibalik atau cukup ditulis seperti aslinya tanpa gelar.
viii) Jika pengarang buku terdiri atas empat orang atau lebih, cukup ditulis nama pengarang pertama sesuai dengan konvensi, kemudian diberi keterangan dkk. (dan kawan-kawan) atau et al. (et alii).
ix) Daftar pustaka yang berasal dari surat kabar, majalah, atau ensiklopedi, memiliki konvensi yang sedikit berbeda.
x) Sitematika penulisan daftar pustaka adalah nama pengarang, tahun terbit buku, judul buku, (jilid), (cetakan ke…), kota penerbit, dan penerbit.
xi) Di antara unsur-unsur tersebut diberi tanda titik, kecuali antara kota dan penerbit diberi tanda titik dua.
xii) Penulisan daftar pustaka tidak menggunakan nomor urut, tetapi disusun berdasarkan urutan abjad nama pengarang setelah diolah atau diproses.

b) Contoh penulisan daftar pustaka

i) Sumber buku
Alisjhabana, Sutan Takdir. 1956. Sedjarah Bahasa Indonesia. Djakarta: Pustaka Rakyat.

Kridalaksana, Harimurti. 1971. Seminar Bahasa Indonesia 1968. Flores: Nusa Indah.

Mees, C.A. 1953. Tatabahasa Indonesia. Bandung: G. Kolff & Co.

Rosidi, Ajib. 1969. Ichtisar Sedjarah Sastra Indonesia. Djakarta: Binatjipta.

Soewandi, A.M. Slamet. 1989. Tingkat Kedwibahasaan Jawa-Indonesia dan Hubungannya dengan         Prestasi Belajar Murid-murid Sekolah Dasar. Malang: Fakultas Pasca-Sarjana IKIP Malang.

ii) Sumber Majalah
Parera, J.D., “Bahasa Indonesia dan Bahasa Daerah Dilihat dari Segi Sosiopolitikolinguistik”. Analisis Kebudayaan. Depdikbud Tahun IV-No. 3 1983/1984.
Mangunwijaya, J.B.. "Nafas Kehidupan Demokrasi Alami Erosi Menyedihkan”. Basis, 12 Agustus 1995.

iii) Sumber Surat Kabar
Prasetyantono, A. Tony. “Rupiah Menguat, Dollar Melemah”. Kompas, 3 Juni 2002.
Nurachman, Zeily. “Pendekatan Baru Atasi Trombosis”. Kompas, 4 Juni 2002.

iv) Sumber website/jaringan
” Jangan Salahkan Qory Sandrioriva, Dia Hanyalah Korban ...” karya Madi Hakim dalam www.kompasiana.com. Diakses 23 Januari 2011, pukul 23.25 WIB.
”Benarkah Impian Itu Penting?” karya Syahril Syam dalam www.pembelajar.com. Diakses 16 November 2011, pukul 09.08 WIB.

2.2 Pola dan Strategi Pembelajaran Menulis Format Ilmiah Akademis bagi Siswa SMA dengan Model Pembelajaran ARIAS

2.2.1 Konsep Dasar Model Pembelajaran ARIAS
        Pola dan startegi pembelajaran merupakan bentuk dasar dan langkah-langkah taktis yang digunakan oleh guru dalam mendampingi siswanya belajar. Hal ini bisa diselaraskan pada model pembalajaran yang diterapkan oleh guru. Sopah dalam http://gurupkn.wordpress.com/2007/12/22/model-pembelajaran-arias/, yang diakses 8 Maret 2012 pukul 20.30 WIB mengemukakan model pembelajaran ARIAS (Attention, Relevance, Confidence, Satisfaction), dikembangkan oleh Keller dan Kopp (1987) sebagai jawaban pertanyaan bagaimana merancang pembelajaran yang dapat mempengaruhi motivasi berprestasi dan hasil belajar. Lebih lanjut sumber tersebut mengatakan bahwa model pembelajaran ini dikembangkan berdasarkan teori nilai harapan (expectancy value theory) yang mengandung dua komponen yaitu nilai (value) dari tujuan yang akan dicapai dan diharapkn (expectancy) agar berhasil mencapai tujuan itu.
        Model pembelajaran dikembangkan atas dasar teori-teori belajar dan pengalaman nyata para instruktur (Bohlin, 1987). Model pembelajaran ini tidak melakukan evaluasi akhir (assessment), namun dilaksanakan selama proses kegiatan berlangsung. Evaluasi dilaksanakan untuk mengetahui sampai sejauh mana kemajuan yang dicapai atau hasil belajar yang diperoleh siswa (De Cecco, 1968). Evaluasi yang dilaksanakan selama proses pembelajaran dapat memengaruhi ketuntasan hasil belajar siswa. Mengingat pentingnya evaluasi maka model pembelajaran ini dimodifikasi dengan menambahkan komponen evaluasi pada model pembelajaran tersebut.
      Lebih lanjut dalam tulisan itu Sopah menjelaskan, modifikasi tersebut membawa konsekuensi bahwa model pembelajaran harus memiliki lima komponen yaitu: attention (minat/perhatian); relevance (relevansi); confidence (percaya/yakin); satisfaction (kepuasan/bangga), dan assessment (evaluasi). Dikatakan juga bahwa modifikasi istilah juga dilakukan dengan penggantian confidence menjadi assurance, dan attention menjadi interest.
       Penggantian nama confidence (percaya diri) menjadi assurance, karena kata assurance sinonim dengan kata self-confidence (Morris, 1981: 80). Proses pembelajaran tersebut memberikan keyakinan kepada guru bahwa siswa akan mampu dan berhasil. Di sisi lain guru juga harus menanamkan rasa percaya diri siswa bahwa mereka merasa mampu dan dapat mencapai target kompetensi pembelajaran. Di sisi lain penggantian istilah attention menjadi interest disebabkan pada kata interest (minat) sudah terkandung pengertian attention (perhatian). Istilah interest menurut sumber tersebut tidak hanya sekadar menarik minat/perhatian siswa pada awal kegiatan, melainkan tetap memelihara minat/perhatian tersebut selama kegiatan pembelajaran berlangsung.
       Langkah berikutnya adalah memnyusun sebuah akronim yang enak dibaca sehinga tersusunlah urutan assurance, relevance, interest, assessment dan satisfaction (ARIAS). Konsekuensi logisnya adalah bentuk layanan dan kegiatan yang harus dilakukan oleh guru dan siswa. Istilah assurance memiliki makna daalam kaitannya dengan tanggung jawab awal guru, merupakan usaha pertama dalam kegiatan pembelajaran untuk menanamkan rasa yakin/percaya pada siswa. Maka, guru pun memberikan pencerahan bahwa kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan memiliki relevansi dengan kehidupan siswa. Lantas langkah berikutnya adalah langkah-langkah yang harus dilakukan guru ustuk selalu menarik dan memelihara minat dan perhatian siswa pada proses pembelajaran yang dilakukan. Lantas guru melakukan evaluasi terhadap semua langkah proses dan hasil pembelajaran siswa dalam kriteria normatif tertentu. Langkah tersebut membawa manfaat pada pembelajar sehingga guru harus dapat menumbuhkan rasa bangga pada siswa dengan memberikan penguatan (reinforcement).

2.2.2 Komponen Model Pembelajaran ARIAS
      Model pembelajaran ARIAS memiliki lima komponen langkah (assurance, relevance, interest, assessment, dan satisfaction) serta merupakan satu kesatuan dalam kegiatan pembelajaran.

a. Assurance merupakan sikap percaya diri (confidence) sehingga dimiliki keyakinan akan berhasil sesuai harapan. Seseorang yang memiliki sikap percaya diri tinggi cenderung akan berhasil bagaimanapun kondisi kemampuan dimilikinya. Sikap keyakinan percaya dapat berhasil mencapai sesuatu akan mempengaruhi bentuk tingkah laku untuk mencapai keberhasilan tersebut. Sikap ini mempengaruhi kinerja aktual seseorang sehingga perbedaan dalam sikap ini menimbulkan perbedaan dalam kinerja. Siswa yang memiliki sikap percaya diri tinggi dan memiliki penilaian positif tentang dirinya cenderung membawa ke bentuk menampilkan prestasi yang baik secara terus menerus. Sikap percaya diri, yakin akan berhasil ini perlu ditanamkan kepada siswa untuk mendorong mereka agar berusaha dengan maksimal guna mencapai keberhasilan yang optimal. Dengan sikap yakin, penuh percaya diri dan merasa mampu dapat melakukan sesuatu dengan berhasil, siswa terdorong melakukan kegiatan dengan sebaik-baiknya sehingga dapat mencapai hasil yang lebih baik dari sebelumnya atau dapat melebihi orang lain.

Kegiatan guru yang dapat memberikan motivasi ke arah ini antara lain:
• Membantu siswa menyadari kekuatan dan kelemahan diri serta gambaran diri positif terhadap diri sendiri. Menghadirkan seseorang yang terkenal dalam suatu bidang sebagai pembicara, memperlihatkan video tapes atau potret seseorang yang telah berhasil (sebagai model).
• Menggunakan suatu patokan atau standar yang memungkinkan siswa dapat mencapai keberhasilan (misalnya dengan mengatakan bahwa kalian tentu dapat menjawab pertanyaan di bawah ini tanpa melihat buku).
• Memberi tugas yang sukar tetapi cukup realistis untuk diselesaikan/sesuai dengan kemampuan siswa. Hal ini erat kaitannya dengan menumbuhkembangkan sikap percaya diri pada siswa.
• Memberi kesempatan kepada siswa secara bertahap mandiri dalam belajar dan melatih suatu keterampilan.

b. relevance yaitu berhubungan dengan kehidupan siswa baik berupa pengalaman sekarang atau yang telah dimiliki maupun yang berhubungan dengan kebutuhan karier sekarang atau yang akan datang. Siswa merasa kegiatan pembelajaran yang mereka ikuti memiliki nilai, bermanfaat dan berguna bagi kehidupan mereka. Secara psikologis siswa akan terdorong mempelajari sesuatu manakala yang akan dipelajari relevan dengan kehidupan mereka, dan memiliki tujuan yang jelas. Sesuatu yang memiliki fokus tujuan, sasaran yang jelas, memiliki manfaat dan relevan dengan kehidupan akan mendorong individu untuk mencapainya.. Dengan tujuan yang jelas mereka akan mengetahui kemampuan apa yang akan dimiliki dan pengalaman apa yang akan diperoleh. Mereka juga akan mengetahui kesenjangan antara kemampuan yang telah dimiliki dengan kemampuan baru itu sehingga kesenjangan tadi dapat dikurangi atau bahkan dihilangkan sama sekali. Dalam kegiatan pembelajaran, para guru perlu memperhatikan unsur relevansi ini.

Beberapa cara yang dapat digunakan untuk meningkatkan relevansi dalam pembelajaran adalah:
• Mengemukakan tujuan sasaran yang akan dicapai. Tujuan yang jelas akan memberikan harapan yang jelas (konkret) pada siswa dan mendorong mereka untuk mencapai tujuan tersebut. Hal ini akan mempengaruhi hasil belajar mereka.
• Mengemukakan manfaat pelajaran bagi kehidupan siswa baik untuk masa sekarang dan/atau untuk berbagai aktivitas di masa mendatang.
• Menggunakan bahasa yang jelas atau contoh-contoh yang ada hubungannya dengan pengalaman nyata atau nilai- nilai yang dimiliki siswa. Pengalaman nyata atau pengalaman yang langsung dialami siswa dapat menjembataninya ke hal-hal baru yang dapat memberi keasyikan bagi siswa.
• Menggunakan berbagai alternatif strategi dan media pembelajaran yang cocok untuk pencapaian tujuan. Dengan demikian dimungkinkan menggunakan bermacam-macam strategi dan/atau media pembelajaran pada setiap kegiatan pembelajaran.

c. interest yaitu minat/perhatian siswa. Belajar tidak terjadi tanpa ada minat/perhatian. Dalam kegiatan pembelajaran minat atau perhatian tidak hanya harus dibangkitkan melainkan juga harus dipelihara selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Oleh karena itu, guru harus memperhatikan berbagai bentuk dan memfokuskan pada minat/perhatian dalam kegiatan pembelajaran. Minat atau perhatian siswa terhadap tugas yang diberikan dapat mendorong siswa mengerjakannya. Hal ini merupakan kegiatan guru guna menumbuhkan keingintahuan siswa dalam kegiatan pembelajaran guna mencapai hasil yang optimal.

Guna memperoleh hal ini guru dapat melakukan kegiatan antara lain sebagai berikut:
• Menggunakan cerita, analogi, sesuatu yang baru, menampilkan sesuatu yang lain/aneh yang berbeda dari biasa dalam pembelajaran.
• Memberi kesempatan kepada siswa untuk berpartisipasi secara aktif dalam pembelajaran, misalnya para siswa diajak diskusi untuk memilih topik yang akan dibicarakan, mengajukan pertanyaan atau mengemukakan masalah yang perlu dipecahkan.
• Mengadakan variasi dalam kegiatan pembelajaran misalnya menurut Lesser seperti dikutip Gagne dan Driscoll (1988: 69) variasi dari serius ke humor, dari cepat ke lambat, dari suara keras ke suara yang sedang, dan mengubah gaya mengajar.
• Mengadakan komunikasi nonverbal dalam kegiatan pembelajaran seperti demonstrasi dan simulasi yang dapat dilakukan untuk menarik minat/perhatian siswa.

d. assessment,\ yaitu memberikan evaluasi terhadap siswa. Evaluasi merupakan bagian pokok dalam pembelajaran yang memberikan keuntungan bagi guru dan murid. Evaluasi merupakan alat untuk mengetahui apakah yang telah diajarkan sudah dipahami oleh siswa; untuk memonitor kemajuan siswa sebagai individu maupun sebagai kelompok; untuk merekam apa yang telah siswa capai, dan untuk membantu siswa dalam belajar. Bagi siswa, evaluasi merupakan umpan balik tentang kelebihan dan kelemahan yang dimiliki, dapat mendorong belajar lebih baik dan meningkatkan motivasi berprestasi. Evaluasi terhadap siswa dilakukan untuk mengetahui sampai sejauh mana kemajuan yang telah mereka capai. Evaluasi tidak hanya dilakukan oleh guru tetapi juga oleh siswa untuk mengevaluasi diri mereka sendiri (self assessment) atau evaluasi diri. Evaluasi diri dilakukan oleh siswa terhadap diri mereka sendiri, maupun terhadap teman mereka. Hal ini akan mendorong siswa untuk berusaha lebih baik lagi dari sebelumnya agar mencapai hasil yang maksimal. Evaluasi terhadap diri sendiri merupakan evaluasi yang mendukung proses belajar mengajar serta membantu siswa meningkatkan keberhasilannya serta membantu dalam pengembangan belajar atas inisiatif sendiri.

Dengan demikian, evaluasi diri dapat mendorong siswa untuk meningkatkan apa yang ingin mereka capai serta dapat mempengaruhi hasil belajar siswa.
Beberapa cara yang dapat digunakan untuk melaksanakan evaluasi antara lain adalah:
• Mengadakan evaluasi dan memberi umpan balik terhadap kinerja siswa.
• Memberikan evaluasi yang obyektif dan adil serta segera menginformasikan hasil evaluasi kepada siswa.
• Memberi kesempatan kepada siswa mengadakan evaluasi terhadap diri sendiri.
• Memberi kesempatan kepada siswa mengadakan evaluasi terhadap teman.

e. satisfaction yaitu yang berhubungan dengan rasa bangga, puas atas hasil yang dicapai. Dalam teori belajar satisfaction adalah reinforcement (penguatan). Siswa yang telah berhasil mengerjakan atau mencapai sesuatu merasa bangga/puas atas keberhasilan tersebut. Keberhasilan dan kebanggaan itu menjadi penguat bagi siswa tersebut untuk mencapai keberhasilan berikutnya. Reinforcement atau penguatan yang dapat memberikan rasa bangga dan puas pada siswa adalah penting dan perlu dalam kegiatan pembelajaran. Rasa puas dapat timbul dari dalam diri individu sendiri yang disebut kebanggaan intrinsik. Individu merasa puas dan bangga telah berhasil mengerjakan sesuatu, telah mencapai atau mendapat sesuatu. Kebanggaan dan rasa puas ini juga dapat timbul karena pengaruh dari luar individu, yaitu dari orang lain atau lingkungan yang disebut kebanggaan ekstrinsik. Seseorang merasa bangga dan puas karena apa yang dikerjakan dan dihasilkan mendapat penghargaan baik bersifat verbal maupun nonverbal dari orang lain atau lingkungan. Memberikan penghargaan (reward) merupakan suatu penguatan (reinforcement) dalam kegiatan pembelajaran sekaligus cara untuk mempengaruhi hasil belajar siswa. Berkaitan dengan ini guru harus mempu menumbuhkan rasa bangga dan puas dalam diri siswa.

Beberapa cara yang dapat dilakukan antara lain :
• Memberi penguatan (reinforcement) atau penghargaan yang pantas baik secara verbal maupun nonverbal kepada siswa yang telah menunjukan keberhasilannya. Ucapan guru : "Bagus, kamu telah mengerjakannya dengan baik sekali!". Menganggukkan kepala sambil tersenyum sebagai tanda setuju atas jawaban siswa terhadap suatu pertanyaan, merupakan suatu bentuk penguatan bagi siswa yang telah berhasil melakukan suatu kegiatan. Ucapan yang tulus serta sikap simpatik guru menimbulkan rasa bangga pada siswa dan ini akan mendorongnya untuk melakukan kegiatan lebih baik dan memperoleh hasil yang lebih baik.
• Memberi kesempatan kepada siswa untuk menerapkan pengetahuan/keterampilan yang baru diperoleh dalam situasi nyata atau simulasi.
• Memperlihatkan perhatian yang besar kepada siswa, sehingga mereka merasa dikenal dan dihargai oleh para guru.
• Memberi kesempatan kepada siswa untuk membantu teman mereka yang mengalami kesulitan/memerlukan bantuan.

2.2.3 Langkah-langkah Pembelajaran

2.2.3.1 Prakondisi

  • aSiswa mengemukakan konsep yang dimiliki tentang format karya tulis ilmiah. Materi teknis karya tulis ilmiah sudah dipelajari di kelas XI sehingga pembelajaran di kelas XII merupakan langkah lanjut sebagai aplikasi konsep yang telah dikuasai siswa.
  • Guru menanyakan poin-poin teknis yang belum dikuasai berkaitan dengan tekni penggunaannya manakala menerapkan dalam penulisan artikel.
  • Guru menyampaikan konfirmasi teknis penulisan melalaui print out ataupun percontoh, dengan media in focus ataupun fotokopi naskah materi. Di sini guru pun memanfaatkan jaringan sosial melalui media blog yang dibuatnya.
  • Guru mempertegas kriteria normatif yang harus diindahkan dalam penulisan karya tulis akademis.
  • Guru mengemukakan tindak lanjut penerapan konsep yang dipelajari tersebut dalam pengimplementasian karya tulis bedah buku sastra.
  • Siswa diminta meminjam atau membeli buku karya sastra yang memperoleh penghargaan. Kriteria buku yang memperoleh penghargaan dapat dilacak dari buku yang bersangkutan sebagai atribut nilai promosi. Hal ini bisa ditemukan di sampul belakang buku tersebut, bahkan ada juga yang dicantumkan di halaman depan.
  • Pada pertemuan berikutnya atau hari-hari berikutnya guru memberikan peluang kepada siswa untuk berkonfirmasi atau bertanya tentang buku yang hendak dibedah tersebut apakah sudah memenuhi kriteria yang ditentukan.
2.2.3.2 Proses Pembelajaran
  1. Guru menanyakan kepada pembelajar tentang buku yang siswa-siswi peroleh sebagai pinjaman atau buku baru dari toko buku. Apakah buku tersebut sudah sesuai dengan pedoman yang telah disampaikan? Dari sini siswa bersama guru dapat membuat daftar buku yang bakal dibedah dalam kelas tersebut beserta nama siswa yang melakukan pembedahannya.
  2. Guru menanyakan apakah masih ada siswa yang mengalami kesulitan memperoleh buku yang dimaksud. Guru bisa memberikan alternatif judul buku beserta pelacakannnya, bauik di perpustakaan maupun toko buku.
  3. Guru mengemukakan teknis bedah buku beserta langkah-langkah yang sebaiknya dilakukan oleh siswa sehingga sembari baca buku siswa dapat melakukan hal-hal yang secara teknis akan bermanfaat dalam membuat laporannya.
  4. Guru menerangkan kepada siswa tentang laporan bedah buku, terutama dari segi struktural kompositorisnya. Bagian ini terdiri atas judul, bagian deskripsi fisik buku, sinopsis, pembahasan, dan penutup.
  5. Guru menerangkan aspek teknis format laporan sehubungan dengan kriteria-kriteria normatif yang harus dipenuhi siswa dalam laporannya. Materi ini menyangkut penggunaan kutipan, baik langsung-maupun t6idak langsung, catatan kaki (footnote), dan daftra pustaka.
  6. Guru menerangkan kriteria normatif lainnya sekaligus, seperti jneis font dan ukurannya, spasi antarbaris, ukuran kertas laporan, teknis halaman sampul (luar-dalam), warna sampul, pola penjikidan, kata pengantar, dan daftar isi.
  7. Guru memberikan rentang waktu kerja bagi siswa dalam melakukan bedah buku serta batas pengumpulan hasil kerja. Biasanya diperlukan waktu sekitar 3 minggu. Siswa dipersilakan berkonsultasi dan bertanya tentang materi dan pembahasan yang dilakukannnya beserta aspek teknis lainnya.
  8. Peluang tersebut sering bermunculan setiap hari, baik dalam jam pembelajaran maupun di luar jam pembelajaran, baik di sekolah maupun di luar sekolah. Dari sini terlihat bahwa kegiatan ini amat ”besar” pengaruhnya terhadap siswa. Walaupun metode ini terkesan memaksa siswa untuk membaca buku sastra ternyata pola ini bermanfaat secara edukatif dan produktif.
  9. Pada batas waktu mengumpulkan hasil bedah buku siswa mempresentasikan hasil bedah buku yang dilakukannya di depan kelas sehingga terjalin komunikasi langsung, share, baik dari segi isi novel tersebut maupun nilai-nilai (value) yang bermanfaat bagi pembentukan atau pengembangan karakter pribadi.
  10. Secara teknis siswa diminta membuat power point tentang materi bedah buku yang dilakukannya dan siap mempresentasikannnya. Siswa yang berpeluang mendapatkan giliran presentasi dilakukan dengan dua penawaran: 1) minta didahulukan persentasi; 2) diundi. Hal ini dilakukan sesuai dengan situasi dan kondisi per kelas.
  11. Siswa lain diminta membuat laporan pengamatan terhadap pola presentasi yang dilakukan oleh seorang siswa dengan mengisi tabel yang dibuat terpadu oleh guru dalam buku latihannya. Substansi tabel tersebut memuat dimensi penguasaan materi, penampilan, dan pemanfaatan sarana.
  12. Guru melakukan penilaian terhadap hasil karya siswa yang sudah dikumpulkan dengan kriteria normatif sebagaimana telah disampaikan kepada siswa. Dibutuhkan kejelian, kegesitan, dan kecermatan guru dalam memberikan penilaian sehingga isi laporan, kejujuran, objektivitas, dan aspek teknis tercapai dengan baik.
2.2.3.3 Pascapembelajaran

  1. Siswa yang hasil bedah bukunya belum memenuhi kriteria ketuntasan diberi kesempatan untuk memperbaikinya dalam batas waktu yang ditentukan. Dari hal ini siswa tersebut banyak melakukan koreksi diri dan pembelajaran ke arah sisi bedah buku dan teknis penulisan ilmiah yang benar.
  2. Siswa dimohon untuk mendokumentasikan hasil karya mereka melalui bentuk fisik ataupun jaringan pribadi. Guru memberikan motivasi kepada siswa bahwa hasil karyanya akan semakin bermakna dan berkesan seiring dengan putaran waktu yang semakin panjang, misalnya sepuluh tahun yang akan datang.
  3. Beberapa siswa meminta hasil karyanya disimpan di perpustakaan dan sebagian diminta untuk di-upload di jaringan guru.

2.2.4 Rubrik Penilaian
       Hasil karya tulis siswa sebagai bagian hasil akhir proses belajarnya memerlukan penilaian guna mengukur taraf keberhasilan dari pengembangan kompetensinya. Tujuan pembelajaran yang menjadi target pencapaian hasil belajar dapat terukur melalui hasil proses belajarnya. Hal ini harus relevan dengan proses pembelajarannya juga sebagai bentuk layanan guru dalam pengembangan kompetensi pembelajar. Dengan demikian akan terlihat jelas relevansi dan korelasi antara tujuan, proses dan layanan pembelajaran, serta pengevaluasian hasilnya.

         Layanan Bedah Buku Sastra sebagai bentuk proses pembelajaran dalam pembiasaan menulis ilmiah dengan teknik yang benar dapat diukur antara lain menggunakan melalui tabel berikut.

No.                         Aspek Kriteria Skor

  1. Isi

1.1 Bobot
a. memiliki kandungan ilmu amat baik sesuai dengan dimensi hakikat sastra.
b. memiliki kandungan ilmu baik sesuai dengan dimensi hakikat sastra.
c. memiliki kandungan ilmu cukup baik sesuai dengan dimensi hakikat sastra.
d. memiliki kandungan kurang baik sesuai dengan dimensi hakikat sastra. 9-10

1.2 Objektivitas analisis
a. mengungkapkan objektivitas fakta dan opini dengan amat jujur
b. mengungkapkan objektivitas fakta dan opini dengan jujur
c. mengungkapkan objektivitas fakta dan opini dengan cukup jujur
d. mengungkapkan objektivitas fakta dan opini dengan kurang jujur

2 Komposisi
2.1 Proporsi bagian pendahuluan, isi dan penutup
a. Perbandingan pendahuluan, isi, dan penutup amat tepat
b. Perbandingan pendahuluan, isi, dan penutup tepat
c. Perbandingan pendahuluan, isi, dan penutup cukup tepat
d. Perbandingan pendahuluan, isi, dan penutup kurang tepat 9-10

2.2 Sistematika gagasan
a. Gagasan tersusun amat sistematis
b. Gagasan tersusun sistematis
c. Gagasan tersusun cukup sistematis
d. Gagasan tersusun kurang sistematis

3 Bahasa
2.1 Tata tulis a. Memenuhi kaidah penulisan dengan amat baik
b. Memenuhi kaidah penulisan dengan baik
c. Memenuhi kaidah penulisan dengan cukup baik
d. Memenuhi kaidah penulisan dengan kurang baik

3.2 Kalimat
a. Logika, efektivitas, kelengkapan unsur kalimat amat baik.
b. Logika, efektivitas, kelengkapan unsur kalimat baik.
c. Logika, efektivitas, kelengkapan unsur kalimat cukup baik.
d. Logika, efektivitas, kelengkapan unsur kalimat kurang baik 9-10

3.3 Paragraf
a. memiliki kepaduan, koherensi, dan kohesivitas gagasan amat baik
a. memiliki kepaduan, koherensi, dan kohesivitas gagasan baik
b. memiliki kepaduan, koherensi, dan kohesivitas gagasan cukup baik
c. memiliki kepaduan, koherensi, dan kohesivitas gagasan kurang baik 9-10

4 Teknis Penulisan
4.1 Kutipan
a. Menggunakan teknik mengutip pendapat dengan amat baik
b. Menggunakan teknik mengutip pendapat dengan baik
c. Menggunakan teknik mengutip pendapat dengan cukup baik
d. Menggunakan teknik mengutip pendapat dengan kurang baik

4.2 Catatan kaki
a. Menggunakan catatan kaki dengan cara amat baik
b. Menggunakan catatan kaki dengan cara amat baik
c. Menggunakan catatan kaki dengan cara amat baik
d. Menggunakan catatan kaki dengan cara amat baik

4.3 Daftar Pustaka
a. Menggunakan pola penulisan daftar pustaka dengan amat baik
b. Menggunakan pola penulisan daftar pustaka dengan baik
c. Menggunakan pola penulisan daftar pustaka dengan cukup baik
d. Menggunakan pola penulisan daftar pustaka dengan kurang baik


III. PENUTUP

3.1 Kesimpulan

  1. Budaya menulis sebagai bentuk keterampilan berbahasa produktif merupakan proses pembelajaran yang mememrlukan kecerduikan dan kecerdasan guru dalam membaca kebutuhan pembelajar sesuai dengan kebutuhan dan tantangan zamannya.
  2. Sekolah yang modern sudah barang tentu sigap dan cekatan memanfaatkan kemajuan teknologi dan ingomrsi sebagai sarana dan prasana pelayanan pembelajarannya.
  3. Dalam memberikan layanan pembelajarannya alangkah naifnya manakala dalam zaman seperti sekarang guru belum bisa mengoptimalisasi kompetensi dan profesionalismenya dengan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi.
  4. Budaya menulis dalam format teknis ilmiah perlu dibiasakan dan dikembangkan di kalangan pembelajar mengingat kemajua teknologi informsi semakin canggih.
  5. Kejujuran merupakan nilai edukatif pembentukan karakter yang amat penting di samping dimensi-dimensi kepribadian lainya. Di sela-sela semakin maraknya informasi dalam abad informasi ini kejujuran amat diperlukan, termasuk dalam dunia tulis-menulis.
  6. Karya sastra bentuk novel sebagai hasil kreasi pengranganya merupakan bentuk karya seni yang memiliki banyak dimensi positif, terutama berkaitan dengan nilai-nilai tentang hakikat hidup dan kehidupan, Dimensi ini memiliki kontribusi positif dalam pembentukan dan pengembangan karakter positif pribadi peserta didik.
3.2 Saran

  1. Guru hendaknya semakin menyadari perkembangan zaman dengan kemajuan teknologinya sehingga harus menyesuaikan diri serta pandai membaca tanda-tanda zaman demi kepentingan layanan pembelajarnya.
  2. Guru harus berani melalukan inovasi dan berkreasi dalam proses pembelajaran sehingga siswa senantiasa merasa nyaman. Untuk itu guru harus pandai menangkap kebutuhan pembelajar dan pekembangan zamannya.
  3. Guru diharapkan mampu melakukan pengelolaan pembelajaran yang berkualitas, baik dari perencanaan, pelaksanaan, penilaian maupun tindak lanjutya dengan memanfaatkan teknologi informasi serta tidak segan-segan merefleksi diri untuk perbaikan pembelajaran yang akan dilaksanakan berikutnya.
  4. Guru Bahasa Indonesia harus mampu menjadi teladan konkret, baik dalam sika, ejujuran maupun bukti karya tulis yang konkret dan dipublikasikan, enth dalam bentuk apa pun.



Daftar Pustaka

Akhadiah, Sabarti, dkk.. 1988. Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit 
Erlangga.

Barung, Kanis. 1990. Kliping dan Makalah, Meretas Suatu Model Cara Belajar Siswa Aktif . Jakarta.    PT Gramedia Widiasarana Indonesia.

Iskandarwassid dan Dadang Sunendar. 2009. Strategi Pembelajaran Bahasa. Bandung: Remaja         Rosdakarya.

Keraf, Gorys. 1997. Argumentasi dan Narasi. Jakarta: Gramedia.

-------------- 1987. Komposisi. Ende-Fores: Nusa Indah.

Kuncoro, Mudrajad Kuncoro. 2009. Mahir Menulis. Kiat Jitu menulis Artikel Opini, Kolom & Resensi. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Tarigan, Djago. 1987. Membina Keterampilan Menulis Paragraf dan Pengembangannnya. Bandung:    Angkasa.

Sopaah, Jamaah. 2007. Model Pembelajaran ARIAS. Dalam http://gurupkn.wordpress.com/2007/12/22/model-pembelajaran-arias/. Diakses 8 Maret 2012 pukul 20.30 WIB.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CERITA PENDEK ON-LINE KARYA SISWA-SISWI KELAS XII IPA 3 TAHUN 2014/2015

CERITA PENDEK ON-LINE KARYA SISWA-SISWI KELAS XII IPA 2 TAHUN 2014/2015

FORMAT KARYA TULIS ILMIAH AKADEMIS