PENGAJARAN PENULISAN CERITA PENDEK DENGAN STRATEGI ON-LINE
(Suatu Kajian Pengembangan Imajinasi Siswa Kelas XII SMA Xaverius 1 Palembang)
KASDI HARYANTA
NIM 2010286003
Abstrak: Dalam dunia pembelajaran, menulis merupakan wujud kemahiran berbahasa produktif yang mempunyai manfaat besar bagi kehidupan manusia, khususnya para siswa. Dengan menulis siswa dapat menuangkan segala gagasan, pemikiran, keinginan dan perasaan, keadaan hati di saat susah dan senang, bahkan sindiran dan kritikan. Aktivitas menulis yang dimaksud adalah aktivitas untuk mengekspresikan ide, gagasan, pikiran atau perasaan ke dalam lambing-lambang kebahasaan. keterampilan menulis merupakan salah satu keterampilan yang amat perlu bagi pengembangan kompetensi siswa demi masa depannya sehingga dibutuhkan wahana pembinaan yang tepat dan intensif. Bercerita merupakan sarana siswa menyampaikan pikiran dan perasaan tentang pengalaman atau pengamatannya seputar lekuk-liku kehidupan, baik pribadi maupun orang lain. Pembelajaran menulis cerita bagi siswa tataran SMA diwujudkan dalam bentuk cerita pendek. Pembelajaran menulis cerita pendek (cerpen) penting bagi siswa karena cerpen dapat dijadikan sebagai sarana untuk berimajinasi dan menuangkan pikiran secara lebih terbuka dan bebas. Tumbuhnya kesadaran siswa akan pentingnya mengapresiasi sastra akan mendorong mereka pada kemampuan melihat permasalahan secara objektif, membentuk karakter, merumuskan watak dan kepribadian. Kemajuan teknologi bisa digunakan sebagai pemicu kreativitas imajinatif siswa dalam menulis cerita pendek. Pembelajaran menulis cerita prendek pola on-line merupakan suatu peluang dan tantangan bagi seorang guru Bahasa Indonesia di tengah gencarnya kemajuan teknologi informasi.
Kata kunci: kemahiran berbahasa produktif, menulis cerita prendek, pola on-line
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Perkembangan zaman yang mencerminkan perubahan peradaban manusia terus bergulir seirama dengan tatanan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kemajuan perkembangan peradaban manusia secara praktis pragmatis memberikan manfaat dalam kemajuan dunia komunikasi antarmanusia. Hal ini berpengaruh terhadap pola dan sistem berkomunikasi yang ada sehingga jarak antara mereka bukan lagi hambatan yang menjadi beban. Kemajuan dunia teknologi informasi memberikan warna dan nuansa baru dalam penyampaian pesan dan gagasan. Dunia berkomunkasi baik lisan maupun tertulis dapat dilaksanakan dalam waktu yang cepat dan terpadu.
Dalam dunia pembelajaran, menulis merupakan wujud kemahiran berbahasa produktif yang mempunyai manfaat besar bagi kehidupan manusia, khususnya para siswa. Dengan menulis siswa dapat menuangkan segala gagasan, pemikiran, keinginan dan perasaan, keadaan hati di saat susah dan senang, bahkan sindiran dan kritikan. Kondisi demikian dapat dimanfaatkan secara optimal untuk pelatihan dan pengembangan pola pikir dan nalar siswa dalam mengutarakan pendapat.
Tulisan yang baik dan berkualitas merupakan manifestasi dan keterlibatan aktivitas berpikir atau bernalar yang baik. Hal ini dimaksudkan bahwa seorang penulis harus mampu mengembangkan cara-cara berpikir rasional. Pada saat melakukan aktivitas menulis, siswa dituntut berpikir menuangkan gagasannya berdasarkan skemata, pengetahuan, dan pengalaman yang dimiliki. Aktivitas tersebut memerlukan kesungguhan untuk mengolah, menata, dan mempertimbangkan secara kritis gagasan yang akan dicurahkan dalam bentuk tulisan atau karangan.
Pada dasarnya keterampilan menulis merupakan serangkaian aktivitas berpikir menuangkan gagasan untuk menghasilkan suatu bentuk tulisan. Aktivitas menulis yang dimaksud adalah aktivitas untuk mengekspresikan ide, gagasan, pikiran atau perasaan ke dalam lambing-lambang kebahasaan. Secara umum tahapan menulis meliputi, tahap pra-menulis, penulisan draf (pengedrafan), revisi/perbaikan, penyuntingan, dan pubilikasi. Akhadiah (1991) mengatakan bahwa menulis sebagai proses melalui tiga tahap yakni tahap pramenulis, menulis, dan pascamenulis. Hal ini senada dengan Oshima (2006: 265) bahwa menulis meliputi 4 langkah (step), yaitu 1) creating (prewritting); 2) planning (outlining); 3) writting; dan 4) polishing. Pada tahap pramenulis yang dilakukan adalah menyusun draf sampai batas menulis kerangka tulisan, selanjutnya tahap menulis draf kasar, lantas kegiatan menulis sebagai pengembangan gagasan, dan yang terakhir tahap pascamenulis yang meliputi tahap revisi dan menyunting.
Di SMA, keterampilan menulis merupakan salah satu keterampilan yang amat perlu bagi pengembangan kompetensi siswa demi masa depannya sehingga dibutuhkan wahana pembinaan yang tepat dan intensif. Dalam konteks demikian keterampilan menulis difokuskan agar siswa mampu mengekspresikan berbagai pikiran, gagasan, pendapat, dan perasaan dalam karangan melalui berbagai bentuk, menulis surat pribadi, meringkas buku bacaan, membuat poster, dan menulis catatan dalam buku harian. Sedangkan pada kemampuan bersastra, standar kompetensi aspek menulis dijadikan satu dengan aspek keterampilan lainnya, yakni siswa mengapresiasi ragam sastra siswa melalui mendengarkan dan menanggapi cerita pendek, menulis prosa fiksi sederhana, memerankan drama anak tanpa teks, dan menulis puisi bebas (Depdiknas, 2006:16).
Bercerita merupakan sarana siswa menyampaikan pikiran dan perasaan tentang pengalaman atau pengamatannya seputar lekuk-liku kehidupan, baik pribadi maupun orang lain. Pembelajaran menulis cerita bagi siswa tataran SMA diwujudkan dalam bentuk cerita pendek. Melalui pembelajaran tersebut siswa diharapkan mampu menuliskan beberapa pengalaman yang menarik (menyenangkan, tidak menyenangkan, mengharukan, dan lain-lain), memilih salah satu, dan merinci segi-segi yang hendak diuraikan tentang satu pengalaman itu, menyusun kerangka cerita, dan mengembangkan kerangka cerita pengalaman menjadi cerita yang utuh dan padu. Dengan prosa sederhana inilah yang bisa dikembangkan menjadi bentuk cerita lainnya, salah satunya cerita pendek. Melalui pembelajaran menulis cerpen diharapkan siswa memiliki kompetensi untuk menyusun karangan dan menulis prosa fiksi, beranjak dari pola sederhana hingga menuju ke tingkat lebih kompleks bagi yang mampu mengembangkan lebih lanjut.
Pembelajaran menulis cerita pendek (cerpen) penting bagi siswa karena cerpen dapat dijadikan sebagai sarana untuk berimajinasi dan menuangkan pikiran secara lebih terbuka dan bebas. Dalam kaitan ini menulis cerpen merupakan kegiatan menulis sebuah peristiwa atau kejadian pokok dan di sisi lain menulis cerpen merupakan dunia alternatif kreatif bagi pengarang. Sumardjo (2001: 84) berpendapat bahwa menulis cerita pendek adalah seni atau keterampilan menyajikan cerita. Menulis cerpen merupakan seni keterampilan menyajikan cerita tentang sebuah peristiwa atau kejadian pokok yang dapat dijadikan sebagai dunia alternatif pengarang.
Dalam proses belajar sering ditemukan kemampuan menulis cerpen yang dimiliki siswa tidaklah sama. Sebagian siswa mampu menulis cerpen dalan kriteria ”cukup baik” dan sebagian siswa yang lain masih belum mampu menulis cerpen dengan baik. Semua ini berkaitan dengn proses layanan pembelajaran serta minat belajar siswa meskipundapat dikatakan bahwa masih rendah kemampuan menulis cerita pendek bagi siswa pada umumnya. Kondisi ini diperburuk dengan rendahnya minat menulis siswa. Dari beberapa sebab rendahnya kualitas menulis siswa dapat disimpulkan bahwa perlu adanya penanganan khusus dalam pembelajaran menulis cerita pendek siswa, khususnya siswa sekolah menengah atas. Inti penanganan tersebut adalah diperlukannya suatu strategi pembelajaran menulis cerita pendek bagi siswa yang dapat memicu minat dan ketertarikan menulisnya. Sehubungan dengan ini dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah guru memegang peranan penting sehingga pola atau strategi pembelajaran yang tepat dapat dijadikan sebagai inti penanganan dalam mengolah, mengelola, dan memperbaiki pembelajaran menuju tingkat produktivitas kreatif siswa. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan merencanakan strategi pembelajaran yang menarik.
Pembelajaran sastra di sekolah diakui masih sangat minim dan kurang atraktif. Kenyataan ini berdampak pada lemahnya apresiasi dan penghargaan peserta didik terhadap karya sastra. Pembelajaran sastra di sekolah sering dianaktirikan. Banyak sebab mengapa hal itu terjadi. Kalangan guru sering melewati atau tidak mengajarkan sastra. Berbagai dalih dan opini bermunculan. Pembelajaran sastra dianggap tidak penting, menghabiskan waktu, dan tidak dapat mendongkrak nilai ujian nasional. Sebab, soal-soal yang terkait dengan materi sastra sangat sedikit. Alasan lainnya adalah langkanya media yang bisa dipakai untuk melaksanakan proses pembelajaran sastra, baik buku, materi, media, maupun sarana lain. Ketidaklengkapan sarana atau ketiadaannya sering membuat guru menggagalkan atau mengabaikan pembelajaran sastra, bukan menantang sikap kreatifnya mencari alternatif solusi yang sesuai dengan potensi dan sarana lingkungan. Perihal ini sering mengakibatkan pembelajaran sastra hanya difokuskan pada kegiatan yang bersifat hafalan, bukan kegiatan apresiatif, yang dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan wawasan kehidupan dan wahana berpikir kritis dan kreatif siswa. Oleh sebab itu, tak pelak lagi manakala kedaan pembelajaran sastra di sekolah kini lebih banyak bersifat menghafal materi belaka, tidak bersifat apresiatif yang dikehendaki untuk menuju tingkat produktif.
Kondisi dan keadaan di atas mengantarkan orang berkesimpulan bahwa pembelajaran menulis sastra dan mengapresiasinya masih sangat kurang dan jarang dilakukan perubahan oleh guru. Guru yang menyadari kondisi dan berkeinginan melakukan perubahan tidak demikian banyak, demikian halnya dengan guru yang inovatif, mampu memicu motivasi semangat dan niat siswa serta memberikan bimbingan yang tepat sesuai dengan talenta siswa. Dari paparan tersebut dapat diindikasikan bahwa pembelajaran sastra mengalami kegagalan. Hal ini sangat disayangkan mengingat pembelajaran sastra memberi kontribusi yang besar dalam usaha pembinaan mental serta memperkaya kehidupan rohaniah manusia.
Realitas yang dihadapi di sekolah, pembelajaran sastra kurang diperhatikan dan tidak mendapat penanganan dengan baik, baik dari segi waktu, sarana, dan model pembelajaran. Guru menganggap pembelajaran sastra hanya sebagai pelengkap dari pembelajaran Bahasa Indonesia. Pembelajaran sastra yang merupakan integritas dari pembelajaran Bahasa Indonesia seharusnya diapresiasi dengan model pembelajaran yang inovatif sehingga siswa mampu mengapresiasi karya sastra dengan baik. Pendek kata, pembelajaran sastra sangat penting yang bertujuan menumbuhkan rasa cinta terhadap karya sastra yang dapat diambil manfaatnya sebagai sarana pembentuk kepribadian dan moral.
Pengajaran sastra di sekolah menengah pada dasarnya bertujuan agar siswa memiliki rasa peka terhadap karya sastra yang berharga sehingga merasa terdorong dan tertarik untuk membacanya. Dengan membaca karya sastra diharapkan para siswa memperoleh pengertian yang baik tentang manusia dan kemanusiaan, mengenal nilai-nilai, dan mendapatkan ide-ide baru (Semi, 1990:152-153). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tujuan pokok pengajaran sastra adalah mencapai kemampuan apresiasi kreatif. Apresiasi kreatif menurut J. Grace (dalam Semi 1990:153) adalah berupa respons sastra. Respons ini menyangkut aspek kegiatan terutama berupa perasaan, imajinasi, dan daya kritis. Dengan memiliki respons sastra siswa diharapkan mempunyai bekal untuk mampu merespons kehidupan ini secara imajinatif karena sastra itu sendiri muncul dari pengolahan tentang kehidupan ini secara artistik dan imajinatif dengan menggunakan bahasa sebagai medianya.
Tumbuhnya kesadaran siswa akan pentingnya mengapresiasi sastra akan mendorong mereka pada kemampuan melihat permasalahan secara objektif, membentuk karakter, merumuskan watak dan kepribadian. Pendeknya, bila salah satu tujuan pendidikan adalah meningkatkan kualitas kemampuan seseorang, tidak bisa tidak, pengajaran sastra mesti diletakkan sama pentingnya dengan pengajaran lainnya. Rahmanto (1998:16) mengungkapkan empat manfaat pembelajaran sastra, yaitu (1) membantu keterampilan berbahasa, (2) meningkatkan kemampuan budaya, (3) mengembangkan cipta dan rasa, (4) menunjang pembentukan watak. Sebuah karya sastra dapat membangkitkan daya kreativitas serta imajinasi siswa. Rangsangan dari sebuah karya sastra mengedepankan sebuah kesadaran kreativitas di dalam diri siswa yang akan dibutuhkan oleh cabang ilmu apa pun yang akan dikehendaki.
Kemajuan dunia teknologi informasi seperti sekarang amat memberikan peluang bagi siswa untuk mengembangkan imajinasinya. Hal ini lam berbagai sejalan dengan kemajuan sarana infiormasi dalam berbagai bentuk, seperti handphone dan internet. Keberadaan media ini amat mendukung dalam pembelajaran menulis cerita pendek. Internet serta HP mobile sekarang sudah menjadi pegangan pribadi per pirbadi siswa. Oleh sebab itu, amat layak jika guru memanfaatkan kemajuan teknologui ini sebagai sarana pengembangan imajinasi dan kompetensi menulis cerita pendek.
1.2 Tujuan Pembahasan
1.2.1 Memberi peluang siswa mengembangkan gagasan dan imajinasinya dalam bercerita serta mengetahui faktor penghambat ketidaksuburan budaya menulis cerita pendek di kalangan siswa SMA.
1.2.2 Menentukan alternatif solusi pengembangan penulisan cerita pendek di kalangan pelajar SMA sehingga pelajaran Bahasa Indoensia tetap menarik dan menyenangkan dengan menafaatkan kemajuan dunia teknologi informasi melalui jaringan dalam bentuk on-line.
1.2.3 Mengajukan bentuk alternatif pengembangan budaya menulis cerita pendek yang menekankan pada kebebasan berekspresi imjinatif dalam kemasan berbahasa dengan baik dan benar.
1.3 Rumusan Masalah
Secara umum inti masalahnya adalah bagaimanakah meningkatkan pebelajaran menulis cerpen dengan strategi on-line di kelas XII SMA Xaverius 1 Palembang.
Secara khusus masalah dalam penelitian ini sebagai berikut
1.3.1 Bagaimanakah penggunaan metode pembelajaran strategi on-line untuk meningkatkan kemampuan menulis cerpen siswa kelas XII SMA Xaverius 1 Palembang pada tahap kreatif imajiner?
1.3.2 Bagaimanakah penggunaan metode pembelajaran strategi on-line untuk meningkatkan kemampuan menulis cerpen siswa kelas XII SMA Xaverius 1 Palembang pada tahap mengembangkan cerita?
1.3.3 Bagaimanakah penggunaan metode pembelajaran strategi on-line untuk meningkatkan kemampuan menulis cerpen siswa kelas XII SMA Xaverius 1 Palembang dalam format tulisan yang baik dan benar ?
II. PEMBAHASAN
2.1 Hakikat Cerita Pendek
2.1.1 Pengertian Cerita Pendek
Sebagai salah satu bagian dari karya sastra, cerita pendek (cerpen) memiliki banyak pengertian. Sumardjo (1980: 91) mengungkapkan bahwa cerita pendek adalah seni, keterampilan menyajikan cerita, yang di dalamnya merupakan satu kesatuan bentuk utuh, manunggal, dan tidak ada bagian-bagian yang tidak perlu, tetapi juga ada bagian yang terlalu banyak. Semuanya pas, integral, dan mengandung suatu arti. Edgar Allan Poe dalam Eneste (1983) mengatakan bahwa cerpen adalah sebuah cerita yang selesai dibaca dalam sekali duduk, kira-kira berkisar antara setengah sampai dua jam-suatu hal yang kiranya tak mungkin dilakukan untuk novel.
Pengertian cerpen adalah cerita fiksi (rekaan) yang memiliki tokoh utama yang sedikit dan keseluruhan ceritanya membentuk satu kesan tunggal, kesatuan bentuk, dan tidak ada bagian yang tidak perlu. Sifat umum cerpen ialah pemusatan perhatian pada satu tokoh saja yang ditempatkan pada suatu situasi sehari-hari, tetapi yang ternyata menentukan (perubahan dalam perspektif, kesadaran baru, keputusan yang menentukan). Akhir cerita seringkali tiba-tiba dan bersifat terbuka (open ending), kadang dialog, impian, flash-back, dan lain-lain sering dipergunakan dengan kemasan bahasa sederhana sugestif.
2.1.2 Unsur-Unsur Pembangun Cerpen
Cerpen sebagai salah satu jenis prosa fiksi memiliki unsur-unsur yang berbeda dari jenis tulisan yang lain. Stanton dalam Sugihastuti (2007) berpendapat bahwa unsur-unsur sebuah cerpen terdiri atas (1) permulaan/pengantar, tengah/isi, dan akhir cerita, (2) pengulangan atau repetisi, (3) konflik, (4) alur/plot, (5) latar/seting, (6) penokohan, (7) tema, dan (8) sudut pandang penceritaan. Cerpen yang baik memiliki keseluruhan unsur-unsur yang membangun jalan cerita yang memiliki unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik meliputi tema, penokohan, alur/plot, latar/setting, gaya bahasa, dan sudut pandang penceritaan. Cerpen pada dasarnya dibangun atas unsur-unsur tema, amanat, perwatakan, latar, dialog, dan pusat pengisahan. Usur-unsur pembangun cerpen yang terdiri atas tema, perwatakan, setting, rangkaian peristiawa/alur, amanat, sudut pandang, dan gaya berjalinan membentuk makna baru.
2.1.3 Hakikat Menulis Cerpen
Menulis cerpen pada hakikatnya sama dengan menulis kreatif sastra yang lain. Menulis kreatif sastra adalah pengungkapan gagasan, perasaan, kesan, imajinasi, dan bahasa yang dikuasai seseorang dalam bentuk karangan. Tulisan yang termasuk kreatif berupa puisi, fiksi, dan nonfiksi. Menurut Budianta (1991: 1) menulis kreatif sastra pada dasarnya merupakan proses penciptaan karya sastra. Proses itu dimulai dari munculnya ide dalam benak penulis, menangkap dan merenungkan ide tersebut (biasanya dengan cara dicatat), mematangkan ide agar jelas dan utuh, membahasakan ide tersebut dan menatanya (masih dalam benak penulis), dan menuliskan ide tersebut dalam bentuk karya sastra. Jadi menulis kreatif sastra adalah suatu proses yang digunakan untuk mengunkapkan perasaan, kesan, imajinasi, dan bahasa yang dikuasai seseorang dan pikiran seseorang dalam bentuk karangan baik puisi maupun prosa.
Dari beberapa pengertian di atas dapat diketahui bahwa hakikat menulis cerpen adalah suatu proses penciptaan karya sastra untuk mengungkapkan gagasan, perasaan, kesan, imajinasi, dan bahasa yang dikuasai seseorang dalam bentuk cerpen yang ditulis dengan memenuhi unsur-unsur berupa alur, latar/seting, peratakan, dan tema.
Pembelajaran menulis cerpen menurut Sumardjo (2001: 70) melalui empat tahap proses kreatif , yaitu (1) tahap persiapan, (2) tahap inkubasi, (3) tahap saat inspirasi, dan (4) tahap penulisan. Pada tahap persiapan, guru membimbing siswa ke arah telah menyadari apa yang akan ia tulis dan bagaimana menuliskannya. Tahap membantu siswa untuk segera memulai menulis atau masih mengendapkannya dalam benak pikiran. Tahap inkubasi merupakan tahap ketika berlangsung pada saat gagasan yang telah muncul disimpan, dipikirkan matang-matang, dan ditunggu sampai waktu yang tepat untuk menuliskannya. Tahap inspirasi adalah tahap dimana terjadi desakan pengungkapan gagasan yang telah ditemukan sehingga gagasan tersebut mendapat pemecahan masalah. Tahap selanjutnya adalah tahap penulisan untuk mengungkapkan gagasan yang terdapat dalam pikiran penulis, agar hal tersebut tidak hilang atau terlupa dari ingatan penulis
Menulis cerpen sebagai salah satu kemampuan menulis kreatif mengharuskan penulis untuk berpikir kreatif dan mengembangkan imajinasinya setinggi dan seluas-luasnya. Dalam menulis cerpen, penulis dituntut untuk mengkreasikan karangannya dengan tetap memperhatikan struktur cerpen, kemenarikan, dan keunikan dari sebuah cerpen.
Salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya kualitas pembelajaran adalah belum maksimalnya penggunaan bahan pembelajaran. Bahan pembelajaran erat kaitannya dengan tingkat kesiapan pembelajar. Dalam hal ini, diperlukan suatu pertimbangan khusus tentang bahan pembelajaran yang sesuai dengan kondisi perkembangan kognitif dan kemampuan berbahasa siswa.
Siswa yang menjadi subjek pembelajar di sini adalah siswa kelas XII. Pada fase ini siswa mampu memahami konsep keadilan, kepribadian, dan kebenaran. Pertimbangan dalam menentukan bahan pembelajaran menulis cerpen bagi siswa sekolah menengah disesuaikan dengan konsidi psikologis siswa yakni bahan yang mengutamakan unsur-unsur fantasi. Pertimbangan psikologis tersebut diperlukan agar dapat menumbuhkan minat, daya ingat, kemauan mengerjakan tugas, kesiapan bekerja sama, dan kemungkinan pemahaman situasi atau pemecahan problem yang dihadapi. Pemilihan bahan pembelajaran erat kaitannya dengan tingkat kesiapan pembelajar.
Pertimbangan selanjutnya untuk menentukan bahan pembelajaran menulis cerpen adalah sudut pandang bahasa. Guru dalam memilih bahan pembelajaran cerpen dengan mempertimbangkan kosakata yang baru, segi ketatabahasaan, situasi dan pengertian isi wacana termasuk ungkapan dan referensi yang ada. Sedangkan Johnson dan Louis (dalam Iskandarwassid, 2009) memberikan ciri-ciri bahan pembelajaran yakni menarik, mengandung banyak lakuan, bahagia pada akhir cerita, tidak terlalu panjang, dan menyenangkan.
Adapun bahan dalam cerita pendek, Stanton dalam Sugihastuti (2007:43) menjelaskan secara rinci unsur-unsur literer yang membangunnya adalah memiliki alur, latar, tema, penokohan, dan gaya yang khas. Alur cerita tersusun dalam urutan yang logis dan sesuai tuntutan cerita. Latar cerita memiliki ciri-ciri: universal, menanamkan kebenaran, dan perjuangan antara kekuatan baik dan jahat. Penokohan atau penggambaran watak tokoh memiliki ciri-ciri: meyakinkan, nyata, tindakannya konsisten dengan plot, penggambarannya sederhana dan langsung. Selain itu juga sedikit memiliki citraan, penggambaran tokohnya hidup, memiliki suatu yang khas dan menarik, serta nama tokoh mudah diingat atau mengesankan. Sedangkan gaya pengarang dalam cerita memiliki ciri-ciri: mengesankan, segar, tepat, serta bila dibaca terasa lebih menarik.
Berdasarkan keterangan di atas diketahui bahwa materi pembelajaran sastra tidak hanya mencakup tentang peristiwa sastra atau cipta sastra, melainkan sejumlah persoalan dan hasil olah pikir dan karya siswa. Hasil tulisan siswa dapat menjadi materi pembelajaran yang menarik dalam kelas apresiasi sastra. Selain itu, pertanyaan-pertanyaan siswa dalam sebuah diskusi, merupakan materi pembelajaran yang menghidupkan kelas. Materi pembelajaran ditujukan untuk mengembangkan pengetahuan siswa tentang sastra dan membangkitkan minat siswa untuk menulis kreatif sastra.
2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Strategi Pembelajaran On-line
2.3.1 Ketersediaan media pembelajaran on-line lewat hotspot yang memang disediakan bagi proses pembelajaran sebesar 1 gigabite, di samping jaringan lain untuk e-learning.
2.3.2 Ketersediaan sarana LCD yang memudahkan komunikasi tertulis langsung secara on-line klasikal.
2.3.3 Kemampuan siswa dalam penggunaan hotspot yang sudah diatur dan ditentukan oleh sekolah secara terdaftar. Siswa diwajibkan mendaftarkan diri apabila ingin menggunakan hotspot yang disediakan oleh sekolah.
2.3.4 Ketersediaan blog yang diciptakan oleh guru sehingga memudahkan siswa untuk masuk dalam jaringan manakala pembelajaran menggunakan media on-line. Dalam penulisan cerpen on-line ini disediakan entri blog per kelas sehingga siswa dengan mudah masuk dalam jaringan kelasnya untuk mengembangkan imajinasi cerpen fiksinya.
2.3.5 Kemauan siswa belajar on-line amat besar sehingga perlu pendampingan yang tepat dan bijak.
2.3.6 Seiring perkembangan waktu, peran e-learning mulai tergeser dengan adanya m-lerning (moble learning). Dalam hal ini m-learning tidak pernah menggantikan e-learning karema sarana yang digunakan memang berbeda. Jika e-learning menggunakan internet sebagai sarana dalam proses pembelajaran, m-learning mengacu pada teknologi HP mobile sebagai sarana dalam proses pembelajaran.
2.4 Model Pendekatan On-line dalam Pembelajaran Menulis Cerita Pendek
Pembelajaran menulis cerita pendek on-line mengindikasikan perlunya model pendekatan yang tepat.
Model pembelajaran menulis cerita pendek dengan pola on-line merupakan suatu cara mendekatkan proses pembelajaran dengan kemajuan dunia teknologi informasi yang berkembang. Pola ini digunakan dengan berdasarkan dari ketersediaan alat yang ada di kalangan siswa dan sekolah. Siswa zaman sekarang sudah amat erat dengan dunia teknologi informasi, baik melalui jaringan sosial maupun telepon genggam. Dalam kenyataan yang ada, proses pembelajaran di kelas boleh dikatakan mayoritas menggunakan e-learning, di samping kemajuan pengetahuan siswa dan kemampuannya menggunakan telepon gengam mobile. Pola ini menyaratkan bahwa semua siswa mampu menggunakan lapotop atau telepon genggam mobile-nya.
Siswa SMA Xaverius 1 sudah biasa menggunakan fasilitas dan sarana pembelajaran yang disediakan oleh sekolah atau mereka memilikinya. Oleh sebab itu, merupakan suatu kewajaran apabila pembelajaran menulis cerita pendek dicobakan dalam formulasi on-line. Siswa diasumsikan telah mengetahui hakikat cerita pendek serta teknik-teknik penulisannya. Di sisi lain guru menyajikan blog yang mendasari hal tersebut (lihat Bagaimanakah Cara Menulis Cerpen dalam http://www.kasdiharyanta-kasdih.blogspot.com).
2.5 Langkah-langkah Pola Pembelajaran Cerita Pendek On-line
2.5.1 Prakondisi
a. Guru mengadakan tanya jawab dengan siswa tentang cerita pendek. Siswa dipersilakan mengemukakan konsep yang dimiliki tentang hakikat cerita pendek. Hakikat cerita pendek baik dari segi intrinsik maupuk ekstrinsiknya sudah dipelajari di kelas XI sehingga pembelajaran di kelas XII merupakan langkah lanjut sebagai aplikasi konsep yang telah dikuasai siswa.
b. Guru menanyakan poin-poin teknis yang belum dikuasai siswa berkaitan dengan cara penulisan cerita pendek, lantas menjelaskannya.
c. Guru menyampaikan alternatif pengembnagan kreativitas imajinatif siswa dalam bentuk cerita pendek dengan menggunakan pola on-line.
d. Guru menjelaskan prosedural teknis normatif yang harus dilakukan siswa. Guru mempertegas kriteria yang harus diindahkan dalam penulisan cerita pendek online, baik dari segi teknis-normatif penulisan langsung, isi, bahasa, dan tata tulis.
e. Guru mengemukakan prosedural teknis penulisan dalam komentar, atau balas.
2.5.2 Proses Pembelajaran
a. Sebelum jam pembelajaran sesuai jadwal, guru mempersiapkan jaringan blog bagi kelas yang dimaksud-diajarnya secara terpola.
b. Guru membuka blog pembelajaran yang telah disusunnya secara terperinci dan klasikal yang ditayangkan melalui LCD kelas.
c. Guru memberi peluang siswa untuk membuka blog tersebut melalui laptop atau pesawat genggam (HP mobile) masing-masing.
d. Kepada siswa diberi kesempatan untuk menulis judul cerita pendek. Caranya, judul dimasukkan melalui kolom komentar.
e. Siapa pun siswa diperbolehkan membuat judul dan memasukkan ke komentar. Judul yang berhasil masuk terlebih dahulu harus disepakati oleh siswa lain sebagai judul pilihan.
f. Siswa-siswa dipersilakan memasukkan kalimat imajinasi mereka sebagai bagian pendahuluan cerita pendek.
g. Komentar yang masuk terlebih dahulu merupakan bagian awal pembuka cerita pendek.
h. Siswa-siswa lain dipersilakan berlomba mengirimkan komentar atau balas sebagai bagian cerita berikutnya.
i. Sembari siswa berlomba memasukkan kalimat-kalimat kreasi-imajinasinya guru memperjels dan mempertegas hal-hal yang harus diperhatikan dalam pengiriman komentar.
j. Secara klasikal cerita berkembang dan dapat dilihat siswa melalui LCD yang ditaangkan di kelas.
k. Guru menerangkan kriteria normatif seputar akikat cerita pendek lainnya sekaligus. Komentar yang tidak sesuai dengan ketentuan yang disepakati akan dihapus.
l. Guru memberikan rentang waktu kerja bagi siswa dalam melakukan kreasi iamjinatif menyusun cerita pendek serta batas waktu maksimalnya.
m. Manakala batas waktu pembelajaran tidak mencukupi, siswa diperbolehkan memasukkan kalimat kreatif imajinatifnya di luar jam pembelajaran.
n. Guru mempertegas batas waktu maksimal pengirimannya komentar. Maka, guru harus memformat peluang komentar dalam entri blog. Di sini guru bisa menata waktu maksimal pengiriman komentar atau balas.
o. Konsekuansi logisnya guru harus menyeleksi manakala ada siswa yang ternyata terlambat mengirimkan. Biasanya diperlukan waktu sekitar 3 hari. Siswa dipersilakan berkonsultasi dan bertanya tentang materi dan pembahasan yang dilakukannnya beserta aspek teknis lainnya.
p. Pada pertemuan berikutnya guru bersama siswa membuka kembali blog menulis cerita pendek on-line. Secara terpadu siswa dan guru membaca bagian per bagian cerita, dari awal hingga terakhir.
q. Di sisi lain guru dan siswa mengidentifikasi komentar atau balas secara klasikal bersama hingga bagian paling akhir sesuai batas waktu.
r. Guru minta tolong seorang siswa untuk mendata frekuensi peran serta siswa dalam merangkai peristiwa cerita dengan sistem turus yang dilakukan di daftar nama siswa milik guru.
s. Siswa diberi peluang untuk mengevaluasi komentar atau balas yang secara berurutan tersusun sebagai ”cerita pendek”. Oleh sebab itu siswa dipersilakan mengkaji dan mengomentari rangkaian peristiwa tersebut, terutama dilihat dari segi alur, latar, tokoh dan penokohan, sudut pandang cerita, bahasa, dan tata tulis. Siswa diperbolehkan beradu argumentasi dalam kendali guru.
t. Daya imajinasi diberi kebebasan oleh guru untuk mengembangkan bagian cerita. Manakala ada siswa yang menginginkan penambahan bagian tertentu, siswa dipersilakan memberi balas pada bagian yang dimaksud.
u. Guru memberikan uraian mentah peristiwa yang tersusun dalam satu format cerita dalam print out. Siswa dipersilakan memberikan tanggapan. Naskah yang dibagikan atau ditayangkan masih seperti yang ada dalam blog.
v. Setelah siswa beradu argumentasi tentang komentar atau balas siswa dipersilakan melalukan koreksi bersama dalam diskui kelompok.
w. Dalam diskusi kelompok tersebut siswa diperbolehkan mengubah, menata ulang, menambahkan ide sebagai kesepakatan kerja kelompok.
x. Hasil kerja kelompok diminta disajikan dalam print-out untuk dibahas pada jam pertemuan berikutnya.
y. Guru melakukan penilaian terhadap hasil karya siswa yang sudah dikumpulkan dengan kriteria normatif sebagaimana telah disampaikan kepada siswa. Dibutuhkan kejelian, kegesitan, dan kecermatan guru dalam memberikan penilaian sehingga isi laporan, kejujuran, objektivitas, dan aspek teknis tercapai dengan baik.
2.5.3 Pascapembelajaran
a. Apabila terdapat siswa yang hasil karyanya tidak masuk dalam jaringan diberi peluang mengembangkan cerita melalui balas, bukan lagi komentar.
b. Manakala ada bagian yang dirasakan belum memenuhi kriteria ketuntasan diberi kesempatan untuk memperbaikinya dalam batas waktu yang ditentukan. Dari hal ini siswa tersebut banyak melakukan koreksi diri dan pembelajaran ke arah sisi penulisan cerita pendek dan teknis penulisan yang benar.
c. Siswa dimohon untuk mendokumentasikan hasil karya mereka melalui bentuk fisik (print out) ataupun jaringan pribadi. Guru memberikan motivasi kepada siswa bahwa hasil karyanya akan semakin bermakna dan berkesan seiring dengan putaran waktu yang semakin panjang.
2.6 Rubrik Penilaian
Hasil karya tulis siswa sebagai bagian hasil akhir proses belajarnya memerlukan penilaian guna mengukur taraf keberhasilan dari pengembangan kompetensinya. Tujuan pembelajaran yang menjadi target pencapaian hasil belajar dapat terukur melalui proses dan hasil belajarnya. Hal ini harus relevan dengan proses pembelajarannya juga sebagai bentuk layanan guru dalam pengembangan kompetensi pembelajar. Dengan demikian akan terlihat jelas relevansi dan korelasi antara tujuan, proses dan layanan pembelajaran, serta pengevaluasian hasilnya.
Layanan sebagai bentuk proses pembelajaran dalam pembiasaan menulis cerita pendek dapat diukur antara lain menggunakan melalui tabel berikut.
No.
|
Aspek
|
Kriteria
|
Skor
|
1
|
Isi
|
a. Memiliki relevansi hakikat sastra tema cerita dengan amat baik.
b. Memiliki relevansi hakikat sastra tema cerita dengan baik.
c. Memiliki relevansi hakikat sastra tema cerita dengan cukup baik.
d. Memiliki relevansi hakikat sastra tema cerita dengan kurang baik.
|
9-10
7-8
5-6
3-4
|
2
|
Hubungan antarperistiwa
|
a. Memiliki hubungan logis peristiwa dalam alur dengan amat baik
b. Memiliki hubungan logis peristiwa dalam alur dengan baik
c. Memiliki hubungan logis peristiwa dalam alur dengan cukup baik.
d. Memiliki hubungan logis peristiwa dalam alur dengan kurang baik.
|
9-10
7-8
5-6
3-4
|
3
|
Latar
|
a. Memberikan gambaran tempat, waktu, dan suasana cerita dengan amat baik.
b. Memberikan gambaran tempat, waktu, dan suasana cerita dengan baik.
c. Memberikan gambaran tempat, waktu, dan suasana cerita dengan cukup baik.
d. Memberikan gambaran tempat, waktu, dan suasana cerita dengan kurang baik.
|
9-10
7-8
5-6
3-4
|
4
|
Tokoh dan penokohan
|
a. Profil tokoh utama atau tambahan diungkapkan dalam kesan imajinatif yang amat baik.
b. Profil tokoh utama atau tambahan diungkapkan dalam kesan imajinatif yang amat baik.
c. Profil tokoh utama atau tambahan diungkapkan dalam kesan imajinatif yang amat baik.
d. Profil tokoh utama atau tambahan diungkapkan dalam kesan imajinatif yang amat baik.
|
9-10
7-8
5-6
3-4
|
5
|
Sudut pandang bercerita
|
a. Menggunakan sudut pandang dengan amat baik
b. Menggunakan sudut pandang dengan baik
c. Menggunakan sudut pandang dengan cukup baik
d. Menggunakan sudut pandang dengan kurang baik
|
9-10
7-8
5-6
3-4
|
6
|
Tata tulis
|
a. Memenuhi kaidah penulisan dengan amat baik
b. Memenuhi kaidah penulisan dengan baik
c. Memenuhi kaidah penulisan dengan cukup baik
d. Memenuhi kaidah penulisan dengan kurang baik
|
9-10
7-8
5-6
3-4
|
7
|
Kalimat
|
a. Logika, efektivitas, kelengkapan unsur kalimat amat baik.
b. Logika, efektivitas, kelengkapan unsur kalimat baik.
c. Logika, efektivitas, kelengkapan unsur kalimat cukup baik.
d. Logika, efektivitas, kelengkapan unsur kalimat kurang baik
|
9-10
7-8
5-6
3-4
|
Berdasarkan peran serta siswa yang dapat diindikasi dari kuantitas dan kualitas komentar atau balas serta dan rubrik penilaian di atas (kualitas) guru dapat memberikan penilaian kepada siswa. Penilaian yang diberikan oleh guru hendaknya bersifat apresiatif terhadap karya siswa sehingga justru memberikan motivasi siswa untuk lebih belajar dan meningkatkan terus kompetensinya. Di sisi lain, atas dasar kriteria normatif yang telah diketahui bersama dengan siswa, objektivitas dan keadilan harus ditegakkan.
2.7 Hambatan Pembelajaran Penulisan Cerita Pendek On-line
Hambatan dalam pembelajaran merupakan hal yang sering terjadi dan harus diatasi oleh guru dengan bijak dengan tepat sasaran. Manakala kita mengajar banyak kelas dan berbeda programnya tentulah hal ini harus disikapi dengan cermat dan cerdas dalam mengambil kebijakan. Kondisi klasikal yang sama jurusan pun seringkali menunjukkan perbedaan kesulitan. Kondisional klasikal dengan karakter khasnya memerlukan suatu pemahaman dan pengantisipasian yang tepat ketika kita hendak memberikan materi yang sama.
Demikian juga halnya ketika proses pembelajaran kreatif menulis cerita pendek secara on-line. Persoalan bermunculan sehubungan dengan banyak aspek, misalnya minat siswa, fasilitas dan sarana, serta ketepatan metode yang digunakan oleh guru. Meski materi sama diperlukan pelayanan pembelajaran yang berbeda jika problematika dan kompetensi berbeda.
Berdasarkan hasil pengamatan dari apa yang dilakukan siswa dalam menulis cerpen dengan pola pendekatan on-line dapat dikemukakan persoalan yang dihadapi tatkala proses itu berlangsung dan bqgaimana hasil proses belajar siswa. Persoalan yang muncul berkisar pada hakikat konsep dasar cerita pendek dan teknis kebahasaan.
Persoalan yang masih dilakukan siswa sebagai bentuk kebelummantapan pemahamannya seputar hakikat cerita pendek adalah 1) masalah hubungan erat antarperistiwa sehingga kadang muncul tulisan siswa yang kurang memiliki hubungan kausalitas; 2) pengembangan latar cerita belum optimal, baik dari segi tempat, waktu, dan suasana; 3) pengembangan pola penokohan belum menafaatkan metode penokohan; 4) kepaduan tematik cerita, yang kadang muncul bagian cerita tak memiliki relevansi dengan tema; 6) gaya bahasa yang cenderung menggunakan bahasa populer-gaul, meskipun guru sudah menegaskan agar menggunakan bahasa dengan baik dan benar.
Sisi teknis kebahasaan yang muncul adalah 1) penggunaan huruf kapital; 2) penggunaan tanda kutip; 3) penulisan preposisi di-; 4) penulisan proklitika diikuti verba; dan 5) penggunaan tanda baca lainnya. Di sisi lain masih ditemukan beberapa bagian cerita yang masih menggunakan kata sapaan kurang santun, misalnya kau.
III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pembelajaran menulis cerita pendek kurang mendapat perhatian dari guru bahasa Indonesia secara sungguh-sungguh akibat dari berbagai hal, baik dari guru sendiri, siswa, budaya, maupun fasilitas yang dimiliki.
Pembelajaran menulis cerita pendek amat membantu pengembangan kompetensi imajinasi siswa dalam berkarya. Oleh sebab itu diperlukan kemamuan dan kemampuan yang sungguh-sungguh dari guru bidang studi Bahasa Indonesia untuk mengatasi kebutuhan tersebut dan pandai memanfaatkan fasilitas dan sarana yang dimiliki.
Pola dan strategi pembelajaran menulis cerita pendek dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk, namun diperlukan kepekaan nurani guru untuk mengetahui dan mengantisipasi kebutuhan pembelajar bersamaan dengan kompetensi dan sarana yang dimilikinya akibat kemajuan zaman.
Kemajuan dunia teknologi informasi dalam berbagai kemudahan yang sudah memasyarakat dapat digunakan oleh guru untuk memberikan layanan pembelajaran menulis cerita pendek. Dengan demikian, siswa merasa nyaman dan aman ketika belajar berbahasa dan satra Indonesia.
3.2 Saran
Guru Bahasa Indonesia lebih baik dan tepat apabila selalu mengaktualkan diri sesuai dengan kemajuan peradaban dan zaman, terutama dengan kemajuan teknologi informasi yang merebak di masyarakat.
Inovasi dan pembaruan pola mengajarkan cara menulis cerita pendek harus dilakukan oleh guru bidang studi Bahasa Indonesia sehingga suasana pembelajaran akan kondusif, menarik perhatian siswa, dan siswa semakin menyadari tentang manfaat belajar berbahasa dan satra Indonesia.
Dimensi emosi, perasaan, dan kreasi pembelajar memerlukan wadah yang berkesan menantang pembelajar untuk berperan aktif. Untuk itu, guru selalu peka terhadap kebutuhan pembelajar dan tantangan yang bergulir sesuai kemajuan zaman.
DAFTAR PUSTAKA
Budianta, Eka.1992. Menggebrak Dunia Mengarang. Jakarta: Pustaka Pembangunan Swadaya Nusantara.
Eneste, Pamusuk. 1983. Cerpen Indonesia Mutakhir. Jakarta: Gramedia.
Iskandarwassid dan Dadang Sunendar. 2009. Strategi Pembelajaran Bahasa Indonesia. Bandung: Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia-PT Remaja Rosdakarya.
Nurgiantoro, Burhan. 2005. Sastra Anak, Pengantar Pemahaman Dunia Anak. Yogyakarta. Gadjahmada University Press.
Oshima, Alice and Ann Hoque. 2006. Writting Academic English. Fourth Edition. New York: Pearson Education. Inc..
Rahmanto, B. 1990. Metode Pengajaran Sastra, Pegangan Guru Pengajar Sastra. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Sasongko, Gunawan G.. 2006. Trik Instan Bikin Cerita Remaja: Novel-Cerpen-Skenario. Jakarta: Sisma Digimedia.
Semi. M. Atar. 1993. Metode Penelitian Sastra. Bandung: Angkasa.
Sugihastuti dan Rossi Abi Al Irsyad. 2007. Teori Fiksi Robert Stanton (terjemahan). Yogyakarta. Pustaka Pelajar Offset.
Sumardjo, Yakob. 1980. Seluk-beluk Cerita Pendek. Bandung: Mitra Kencana.
Sumardjo, Yakob dan Saini K.M.. 2001. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: Gramedia.
Targan, Henry Guntur. 2008. Menulis Sebagai Sutau Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.
Komentar
Posting Komentar
Gunakan nama dan email masing-masing! Harap ditulis nama, kelas, dan nomor absen.